Jakarta, 21 April 2014 (Ujang Rusdianto) - Setiap April
menjelang, wanita Indonesia selalu ter-euforia oleh semangat emansipasi yang
terus meningkat seiring pertumbuhan jaman. Bahkan sebagian menyebut, 21 April adalah
hari yang identik dengan wanita Indonesia. Moment ini menjadi semacam momentum kebangkitan
perempuan Indonesia, dulu, kini dan mungkin esok.
Meredefinisi
Konsep Emansipasi
Emansipasi wanita bukan lagi menjadi hal yang baru bagi wanita
di Indonesia, juga bagi masyarakat Indonesia. Berawal dari perjuangan seorang
tokoh yang sangat kita kenal, yaitu Raden Ajeng Kartini yang sampai saat ini
hari kelahirannya selalu kita peringati sebagai hari Kartini, yaitu tanggal 21
April. Sejak saat itu, pergerakan wanita untuk mendapat pengakuan maupun
kedudukan yang sama dengan pria terus berkembang sampai saat ini.
Lalu bagaimanakah emansipasi wanita tersebut dimaknai sampai
saat ini? membaca karya PB (Paku Buwono) IX yang berjudul “Serat Gandrung
Asmara” menyampaikan tiga ajaran kewanitaan. Ajaran ini terbagi atas tiga
bagian inti, Pertama, Wanita dalam hubungannya dengan keluarga. Kedua, wanita
dalam hubungannya dengan Negara dan masyarakat. Terakhir atau ketiga, wanita dalam
hubungannya dengan Tuhan.
Apa maknanya? Wanita dalam hubungan dengan keluarga memiliki
beberapa peran dan karakter, diantaranya: sebagai sahabat, seseorang yang tulus
mengabdi, memiliki kasih, memiliki kewajiban melayani suami, menjadi ibu yang
baik dan harus menjaga keutuhan keluarga. Dalam hubungan dengan Negara dan
masyarakat, wanita dituntut untuk bisa menjaga perangai (perilaku), bekerja
keras, nasionalisme, prihatin, menjadi wanita utama, menjaga pikiran dan mampu
bertanggung jawab. Kemudian sebagai manusia biasa wanita juga harus mampu
menjaga hubungan pribadi dengan Tuhan untuk memperoleh pencerahan dalam
hidupnya.
Hal-hal yang tersirat dalam Serat Gandrung Asmara ini memberikan
gambaran bahwa sebenarnya pada jaman dulu pun wanita memiliki peran yang tidak
kalah pentingnya dari pria. Namun memang, perjuangan RA Kartini lah yang seolah
menjadi titik tolak atau perubahan pengakuan terhadap kedudukan wanita.
Perubahan yang menurut saya sangat nampak dari perjuangan RA Kartini adalah perubahan
pola pikir – bukan perjuangan kepahlawanan individual.
Sejatinya, wanita yang adil karena mereka percaya bahwa keadilan
adalah cara berpadu di dunia ini. Mereka percaya bahwa apabila mereka bersikap
adil terhadap visi misi diri, keluarga atau bahkan negara-nya, maka mereka
tidak akan mengganggu keadaan dunia mereka sendiri. Bila mereka berperilaku
adil, maka mereka juga telah berpartisipasi untuk membentuk kehidupan yang
lebih baik.
Ini semua adalah pemikiran kembali tentang kehidupan yang telah
memfokuskan pada keseimbangan kerja dan kehidupan, etika pribadi dan kewajiban
kodrati sebagai wanita, dan mencerminkan semangat dari jaminan baru. Semangat
yang akan menjadi penting untuk kemampuan bertahan kehidupan mendatang.
Menolak
bentuk Dominasi
Emansipasi wanita yang diperjuangkan oleh RA Kartini dan sampai
saat ini terus kita kenang, mengarah kepada perubahan pola pikir dari wanita
itu sendiri serta adanya keberanian untuk mengekspresikannya. Emansipasi wanita
telah membawa banyak perubahan di berbagai aspek kehidupan. Wanita tak lagi
takut untuk maju dan bersaing dengan pria, wanita tak lagi hanya mendapat
tempat di balik kekuasaan pria.
Sekarang ini, peran wanita menjadi lebih nyata dapat kita lihat
pada zaman modern ini. Saat ini wanita banyak dipercayai untuk menjadi
pemimpin, ikut bekerja di berbagai bidang profesi dan bersaing dengan pria,
bahkan Indonesia pun pernah dipimpin oleh seorang Presiden wanita. Namun,
wanita tetaplah wanita.
Emansipasi yang ada, perubahan pola pikir yang ada, haruslah
tetap disesuaikan denagn kodrat seorang wanita, jangan sampai emansipasi wanita
ini disalah artikan. Sekarang ini banyak juga kasus wanita yang menjadi
penguasa dalam rumah tangga, sehingga suami harus tunduk kepada istri. Istilah
populernya berkembang ‘Ikatan Suami Takut Istri (ISTI). Jelaslah hal tersebut
menyimpang dari ajaran agama manapun.
Oleh
karena itu, emansipasi yang sebenarnya merupakan perubahan pola pikir yang
terus maju tanpa meninggalkan kodrat dasar wanita. Seyogyanya emansipasi wanita
dimaknai dan ditempatkan dengan mengingat hal tersebut, sehingga wanita mampu
menempatkan diri dengan baik. Wanita mampu menjadi setara dengan pria dan
wanita juga mampu menjalankan tugas dasarnya, yaitu mengabdi, melayani dan
setia dalam keluarga. Dan itulah yang dilakukan oleh RA Kartini – ia adalah
pahlawan Nasional Indonesia, seorang istri dengan segudang ide-idenya, dan
meninggal sebagai pahlawan seminggu setelah kelahiran putra pertama dan
terakhirnya - RM Soesalit.