Senin, 2 Juni 2014 - Ujang Rusdianto - Dalam sejarah patriotik bangsa Indonesia, kaum
idealis penggagas konsep kenegaraan bersatu ialah kaum muda. Sayangnya, kaum
muda kerap disoroti sebagai The Lost Generation, mengapa? Salah satu
indikasinya yaitu banyaknya kaum muda yang tenggelam dalam arus globalisasi,
dan tidak mampu mengenali identitas dirinya sendiri.
Masa muda secara tradisi manusiawi dianggap menjadi fase yang diisi oleh gejolak ke-euforiaan, dan cenderung diliputi rasa kegilaan akan kebebasan. Di sinilah kadang terjadi friksi. Modernitas zaman pada dasarnya menuntut kedewasaan berpikir setiap individu kaum muda untuk terus berkembang mengaktualisasi diri dalam baurnya pemahaman identitas diri di tengah metamorfosa zaman.
Menyikapi hal tersebut, mahasiswa manajemen event Program Studi Ilmu Komunikasi,
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ) menggelar kegiatan
bertajuk CREATIVE EVER; Creative
Confident For Nation, pada hari Senin tanggal 2 Juni 2014, mulai pukul
10.00 WIB.
Dikemas dalam bentuk talk show interaktif dan
pameran kreatif, kegiatan ini diisi oleh dua pembicara yang ahli dibidangnya,
Apud Kusaeri dari Trustco Jakarta dan Anton Arif dari Creative Consultant. Sebagai
media untuk menyalurkan gejolak muda dalam
sebuah media pengekspresian rasa kreativitas dalam nuansa enerjik nan edukatif,
pameran fotografi bertema pahlawan, melukis bersama Anak Tuna Rungu dan mural
live bertajuk Tokoh Indonesia turut memeriahkan acara ini.
Creative Mind Building
Talk show sesi pertama diisi oleh Anton Arief
yang membawakan topik Creative Mind Building. Anton menjelaskan pada para
peserta akan pentingnya berpikir kreatif. ”Penting bagi kaum muda, untuk
melihat sekitar dengan banyak aspek dan melihatnya sebagai gambar yang besar,
ini bisa menjadi dasar untuk mengembangkan potensi diri,” tegasnya.
Menurutnya, ”berpikir kreatif berarti kemampuan untuk menciptakan ide dan gagasan
serta orisinil. mereka yang pragmatis berpikir ATM ; Ambil tiru modifikasi.
Tapi benarkah? Bagi sebagian
berpikir kreatif memang tidak mudah, tapi bisa dilatih,” tambahnya lagi.
Kreativitas, kerap dianggap sebagai
keterampilan yang didasarkan pada bakat alam. Dimana hanya mereka yang berbakat
sajalah, yang bisa menjadi kreatif. Anggapan ini tidak sepenuhnya benar, walau
realitasnya memang, bahwa orang-orang tertentu lah yang memiliki kemampuan
untuk menciptakan ide baru.
Creativepreneurship; Now and Beyond
Berbeda dengan topik pertama, topik kedua
membincang implementasinya secara langsung. Mengangkat topik
”Creativepreneurship; Now and Beyond”, pemateri kedua Apud Kusaeri lebih dulu mengajak
para peserta untuk mengeksplore lebih jauh tentang banyak tokoh yang mampu
berpikir kreatif.
Dibidang pendidikan, Apud menceritakan
kesuksesan yang diperoleh para wisudawan yang berhasil memperoleh gelar doktor
diusia tua (83 – 91 tahun) dari universitas negeri di Bandung. Dibidang bisnis,
dengan pembawaan materi yang lebih santai, ia menguraikan kesuksesan Victoinox
(lebih akrab disebut Swiss Army) dalam mengembangkan produk-produknya, meski
dalam lingkungan bisnis yang tidak mendukung pada masa itu. ”Melakukan inovasi,
penting untuk mendukung kesuksesan,” ujarnya.
Menurutnya, menjalani kegiatan,
karir dan banyak hal lain sesuai dengan passion, menjadi hal yang menyenangkan. Ada yang
menyebutnya; your jobs is not your career. Sebagian bahkan memilih creativepreneurship
sebagai way of life. Seperti yang dilakukan pemilik Kampung Wisata Bisnis,
Tegalwaru, Bogor – Jawa Barat, yang berhasil mengembangkan imah (rumah) tas,
imah jamur, imah herbal, imah kerupuk, umah nata de coco, imah wayang, dan imah
ikan patin. Dalam sesi materinya, Apud berpesan pada para peserta, ”berpikir
kreatif harus pula diikuti dengan melakukan hal lebih baik, tak sekedar beda,
tapi juga harus lebih baik,” terangnya menutup diskusi.