Langsung ke konten utama

Mengganti Promotion dengan Conversation

Dalam dunia pemasaran, tak asing lagi dengan istilah Marketing Mix. Bauran pemasaran ini mencakup empat elemen, yakni  Product, Price, Place, dan Promotion. Keempat pilar sangat penting dalam melakukan segmentasi. Namun, di tengah lanskap pasar yang senantiasa berubah, keempat elemen bauran pemasaran itu juga mengalami pergeseran.

Di era Internet seperti sekarang ini, pasar dan perilaku konsumen juga berubah. Media sosial, misalnya, mengubah pola komunikasi antara merek dengan konsumennya dan juga komunikasi antarkonsumen itu sendiri. Media sosial sebagai konektor memungkinkan orang saling terhubung dan membangun percakapan tentang apa saja.

Internet telah mendorong terjadinya horisontalisasi antara konsumen dan perusahaan. Keduanya dalam posisi sejajar. Konsumen saat ini sudah tidak nyaman lagi bisa dibombardir dengan iklan perusahaan secara satu arah. Sebab itu, di era yang disebut New Wave Marketing ini, percakapan lebih dikedepankan ketimbang promosi satu arah dengan iklan. Promotion harus bergeser ke Conversation.

Saat ini, orang senantiasa terkonek dengan orang lain dengan gampang. Internet telah mengubah pola komunikasi antarorang. Internet telah menyediakan ruang-ruang percakapan anyar. Ruang-ruang kasat mata mahaluas ini bahkan memungkinkan orang-orang lintas tembok, lintas negara, lintas benua bisa bercakap-cakap dalam kekinian—real time. Aneka media percakapan tersedia. Media sosial, misalnya. Sebut saja Twitter,Facebook, dan sebagainya.

Saya lebih senang mengistilahkan dengan “ruang-ruang publik baru” di mana ruang-ruang publik fisik semakin tergeser oleh pembangunan sentra belanja maupun realestat. Sekarang ini, dengan gampang, orang membincangkan isu-isu aktual terkait kehidupan mereka. Boleh dibilang, tiada hari tanpa Twitter. Tiada hari tanpa Facebook. Tiada hari tanpa percakapan.

Fenomena di atas menandakan bahwa praktik promosi sudah selayaknya berubah. Pemasar tidak bisa lagi melakukan promosi satu arah, entah dengan iklan, ajakan, dan sebagainya. Apalagi promosi langsung dengan membujuk pelanggan untuk membeli produk sekarang juga. Termasuk mempengaruhi pelanggan agar pindah ke merek lain—brand switching. Promosi model ini, di era New Wave Marketing, sudah kurang mumpuni lagi.

Demikian juga kondisi konsumen di era sekarang. Merek dan produk pun tidak luput menjadi bahan perbincangan mereka. Komunitas perbincangan itu sekarang menjadi tempat mencari referensi dan informasi utama seputar produk yang akan mereka beli. Mereka lebih memilih mencari testimoni orang lain atas produk ketimbang percaya buta pada iklan-iklan di majalah, televisi, dan sebagainya. Di media-media sosial, mereka ngerumpi tentang produk—entah berupa keluhan maupun pujian pada produk tersebut.

Baca selengkapnya; http://www.the-marketeers.com/archives/terlibat-langsung-dalam-percakapan-pelanggan.html#.UxC79iemTSg

Postingan populer dari blog ini

Pemberdayaan Masyarakat dan Bias Program Pembangunan

Jakarta, 1 Juli 2014 (Ujang Rusdianto) - Bukan pembahasan baru, jika pemberdayaan masyarakat harus pula melibatkan masyarakat di dalamnya. Sudah seharusnya pula, bahwa pembangunan di berbagai bidang sekarang ini menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat. Hal ini merupakan upaya meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat sebagai objek dan subjek pembangunan. Harus kita akui, keberhasilan suatu program pembangunan baik ditingkat pusat maupun daerah tidak terlepas dari peran serta masyarakat, sebab peran serta masyarakat yang diabaikan dalam pembangunan, rentan dengan penyimpangan-penyimpangan terhadap tujuan dari pembangunan yaitu upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan dilibatkannya masyarakat dalam pembangunan diberbagai sektor, diharapkan akan kembali memberikan manfaat kepada masyarakat, dimana masyarakat berkesempatan memberikan pengawasan terhadap pembangunan yang sedang berlangsung. Selain itu, motivasi untuk menjaga dan memelihara hasil-hasil pemban...

Stakeholder Relations (2) : Mengkategorikan Stakeholder Organisasi

Jakarta, 25 Juni 2014 (Ujang Rusdianto) - Siapa saja yang dapat dianggap sebagai stakeholder yang sah terhadap operasi perusahaan? Untuk menentukan siapa stakeholders perusahaan Anda, maka sebuah organisasi harus melakukan stakeholders mapping atau analisa stakeholders , atau sebagian menyebutnya pemetaan stakeholders.   Menurut Stakeholder Saliance Model , pengelompokan stakeholder dapat dilakukan berdasarkan tipe sesuai kemampuan mempengaruhi suatu organisasi berdasarkan power, legitimasi dan urgensi yang dimilikinya (Cornelison, 2009 : 50). Model ini sekaligus menunjukkan bahwa pengenalan stakeholder tidak sekedar menjawab pertanyaan siapa stekholder suatu isu tapi juga sifat hubungan stakeholder dengan issu, sikap, pandangan, dan pengaruh stakeholder itu. Legitimasi berkaitan dengan individu/kelompok yang dianggap sah dan berhubungan dengan organisasi. Power terkait kekuatan atau pengaruh yang dimiliki oleh individu/kelompok tersebut. Sedangkan urgency terkait i...

Lebih Dekat dengan Cinematography

Jakarta, 27 Juni 2014 (Ujang Rusdianto) - Membincang istilahnya, cinematography (sinematografi) terdiri dua frasa, yaitu “Cinema” berarti Gerak dan “Graphy” berarti menulis, dengan kata lain menulis dalam gerak (written in motion). Maka sinematografi dapat diartikan sebagai proses pengambilan ide, kata-kata, aksi, emosi, nada dan segala aspek non-verbal yang ditampilkan dalam bentuk visual. Didalam sinematografi terdapat tool of cinematografi. Apa saja? Untuk menjawab pertanyaan ini setidaknya ada enam tools, yaitu : Frame, Lens, Lights and Colour, Texture, Movement dan Point of View (POV). Pertama, frame. Framing merupakan pembagian adegan berdasarkan sudut pandang, posisi kamera, persepsi cerita yang ditampilkan dalam sebuah shoot. Kedua. Lens, merupakan bagaimana sebuah gambar mewakili sudut pandang mata. Ketiga, Lights and Colour. Merupakan penggunaan warna dan pencahayaan dalam sebuah pengambilan gambar. Keempat, Texture. Menampilkan detil dari sebuah shoot. Kelima, Mo...