Jakarta, 25 Juni 2014 (Ujang Rusdianto) - Siapa
saja yang dapat dianggap sebagai stakeholder
yang sah terhadap operasi perusahaan? Untuk menentukan siapa stakeholders perusahaan Anda, maka
sebuah organisasi harus melakukan stakeholders mapping atau analisa stakeholders, atau sebagian menyebutnya pemetaan
stakeholders.
Menurut
Stakeholder Saliance Model,
pengelompokan stakeholder dapat
dilakukan berdasarkan tipe sesuai kemampuan
mempengaruhi suatu organisasi berdasarkan power,
legitimasi dan urgensi yang
dimilikinya (Cornelison, 2009 : 50). Model ini sekaligus menunjukkan bahwa
pengenalan stakeholder tidak sekedar
menjawab pertanyaan siapa stekholder suatu
isu tapi juga sifat hubungan stakeholder
dengan issu, sikap, pandangan, dan pengaruh stakeholder
itu.
Legitimasi berkaitan dengan
individu/kelompok yang dianggap sah dan berhubungan dengan organisasi. Power
terkait kekuatan atau pengaruh yang dimiliki oleh individu/kelompok tersebut.
Sedangkan urgency terkait informasi atau kepentingan yang dimiliki
individu/kelompok tersebut. Ketiga aspek ini yang akan menentukan derajat
kesahihan stakeholder.
7 Kategori Stakeholder
Aspek-aspek yang diuraikan sebelumnya,
sangat penting dianalisis untuk mengenal stakeholder
lebih lanjut. Menurut medel tersebut stakeholder
akan terbagi ke dalam 7 katogori, yaitu sebagai berikut :
Kategori Pertama, Dormant Stakeholder, yaitu stakeholder
yang hanya memiliki “power” namun
tidak memiliki “legitimasi” dan “urgensi”. Kategori Kedua, Discretionary stakeholder, yaitu stakeholder yang hanya memiliki “legitimasi” namun “power” dan “urgensi” tidak ada padanya.
Kategori Ketiga, Demanding stakeholder, yaitu
stakeholder yang hanya memiliki
“urgensi” namun tidak memiliki “power”
dan “legitimasi”. Kategori Keempat, Dominant
Stakeholder, yaitu stakeholder
yang memiliki “power” dan
“legitimasi” namun tidak memiliki “urgensi”. Kategori Kelima, Dangerous Stakeholder, yaitu stakeholder yang memiliki “power” dan “urgensi” namun tidak
memiliki “legitimasi”. Kategori Keenam, Dependant
Stakeholder, yaitu stakeholder
yang memiliki “legitimasi” dan “urgensi” namun tidak memiliki “power”. Kategori Ketujuh, Definitive Stakeholder, yaitu stakeholder yang memiliki “legitimasi”,
“urgensi” dan “power” (Rusdianto,
2013 : 38-39).
Meskipun
power, legitimasi dan urgensi itu bersama-sama dan saling terkait dalam
mempengaruhi pengambilan tindakan oleh sebuah perusahaan, tetapi yang paling
besar dari ketiganya adalah Power. Power dimaknai sebagai kekuatan nyata
suatu pemangku kepentingan untuk melakukan tekanan dan tuntutan baik secara
sosial, politis, maupun hukum.
Dalam
kasus tertentu, suatu stakeholder
mungkin memiliki legitimasi dan memiliki urgensitas yang sangat tinggi (keadaan
mereka sudah sangat membahayakan dari segi kelangsungan hidup) untuk melakukan
penuntutan kepada sebuah perusahaan, namun karena mereka tidak memiliki
kekuasaan yang real (misalnya mereka
terpecah belah dalam memandang persoalan itu, bahkan ada yang menerima
begitu saja hal tersebut sebagai sebuah ”bencana alam” dan bukan ”bencana
buatan manusia” yang harus dituntut), maka perusahaan bisa enggan atau bahkan
tidak mau melakukan tindakan apa pun.
Baca Selengkapnya dalam Buku :
Ujang Rusdianto, 2013. CSR Communications : A
Framework for PR Practitioners, Graha Ilmu : Yogyakarta.