Jakarta, 30 April 2014 - Ujang Rusdianto - ISO 26000
merupakan pedoman awal bagi pengusaha maupun entitas organisasi dalam
menjalankan tanggungjawab sosial mereka.
ISO 26000 secara resmi mendefinisikan CSR sebagai
“tanggung jawab suatu organisasi atas dampak dari keputusan dan aktivitanya terhadap
masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku yang transparan dan etis, yang:
konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat;
memperhatikan kepentingan dari para stakeholder;
sesuai hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma internasional;
terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi, dalam pengertian ini meliputi
baik kegiatan, produk maupun jasa.”
Prinsipnya
didalam ISO 26000, CSR mencakup tujuah aspek. yaitu: (i) Akuntabilatis,
membuktikan bahwa organisasi bersangkutan melakukan segala sesuatu dengan
banar, (ii) transparansi, menyatakan dengan transparan seluruh aktivitasnya
yang memiliki dampak bagi masyarakat dan lingkungan, (iii), perilaku etis,
organisasi harus berperilaku etis dengan menegakkan kejujuran, kesetaraan dan
integritas (iv) penghormatan pada pemangku kepentingan, dimana organisasi harus
menghargai dan menanggapi seluruh para pemangku kepentingan atau stakeholder. (v) kepatuhan pada hukum,
setiap organisasi harus mematuhi hukum yang berlaku (vi) penghormatan pada
Norma Perilaku Internasional, dimana pada hukum nasionalnya atau
implementasinya tidak mencukupi maka organisasi harus mengacu pada Norma
Perilaku Internasional (vii) Penegakan Hak Asasi Manusia, dimana organisasi
harus mengakui betapa pentingnya HAM serta sifatnya yang universal.
Setiap
aspek dari ketujuh aspek SR (social responsibility) di atas terdiri dari
berbagai komponen yang perlu menjadi perhatian oleh setiap organisasi, termasuk
perusahaan dalam mengelola kebijakan dan program SR. Komponen-komponen dari
setiap aspek SR tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, The Environment (Lingkungan), yaitu
mencakup: pencegahan polusi, penggunaan sumberdaya yang berkelanjutan, mitigasi
dan adaptasi terhadap perubahan iklim, serta perlindungan dan pemulihan
lingkungan.
Kedua, Community
Involvement and Development (Pelibatan dan Pengembangan Masyarakat), yaitu
mencakup: keterlibatan di masyarakat, penciptaan lapangan kerja, pengembangan
teknologi, kekayaan dan pendapatan, investasi yang bertanggungjawab, pendidikan
dan kebudayaan, kesehatan, dan peningkatan kapasitas.
Ketiga, Human Rights (Hak Asasi Manusia), yaitu
mencakup: nondiskriminasi dan perhatian pada kelompok rentan, menghindari
kerumitan, hak-hak sipil dan politik, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya, serta
hak-hak dasar pekerja.
Keempat, Labor
Practices (Praktik
Ketenagakerjaan), yaitu mencakup:
kesempatan kerja dan hubungan pekerjaan, kondisi kerja dan jaminan
sosial, dialog dengan berbagai pihak, kesehatan dan keamanan kerja, dan
pengembangan sumberdaya manusia.
Kelima, Fair
Operating Practices (Praktik
Operasi yang Adil), yaitu mencakup: anti korupsi, keterlibatan yang
bertanggungjawab dalam politik, kompetisi yang adil, promosi tanggungjawab
sosial dalam rantai pemasok (supply chain), dan penghargaan atas property
rights.
Keenam, Consumer
Issue (Konsumen), yaitu
mencakup: praktik pemasaran, informasi dan kontrak yang adil, penjagaan
kesehatan dan keselamatan konsumen, konsumsi yang berkelanjutan, penjagaan data
dan privasi konsumen, pendidikan dan penyadaran.
Terakhir
atau ketujuh, Organizational Governance
(Tata Kelola Organisasi), yaitu mencakup: proses dan struktur pengambilan
keputusan (transparansi, etis, akuntabel, perspektif jangka panjang,
memperhatikan dampak terhadap pemangku kepentingan, berhubungan dengan pemangku
kepentingan). Pendelegasian kekuasaan (kesamaan tujuan, kejelasan mandat,
desentralisasi untuk menghindari keputusan yang otoriter).
Terintegrasi ke dalam Aktivitas Organisasi
Berdasarkan
konsep ISO 26000, penerapan sosial
responsibility hendaknya terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi yang
mencakup tujuh isu pokok diatas. Hal terpenting, ketujuh prinsip nilai yang
terkandung di dalamnya yang harus diterjemahkan di lapangan secara kreatif
dan kontekstual. Kreatif berarti para pelaku usaha dituntut bisa menerjemahkan
pelaksanaan CSR sesuai dengan kapasitas organisasi. Sementara kontekstual
berarti dibutuhkan kepiawaian manajemen organisasi dalam menetapkan program SR
yang relevan dan tepat sasaran.
ISO 26000 tidak dimaksudkan sebagai standar yang disertifikasi (conformity
standard), tetapi lebih bersifat panduan bagi organisasi yang berminat
untuk menerapkannya. Dengan
menggunakan istilah Guidance Standard on Social Responsibility,
setidaknya hal ini menunjukkan bahwa ISO 26000 tidak hanya diperuntukkan bagi Corporate
(perusahaan) melainkan juga untuk semua sektor publik dan privat.
Baca selengkapnya dalam “CSR Communication: A
Framework for PR Practitioners; Ujang Rusdianto, Graha Ilmu, Yogayakarta, 2013,
hlm. 14