Langsung ke konten utama

Mencari Format Ideal CSR?

Mencari format CSR yang ideal membutuhkan waktu yang cukup lama serta ketercukupan dana. Penyebabnya adalah kondisi masyarakat di Indonesia yang heterogen dengan permasalahan yang amat kompleks. Faktor internal masyarakat, seperti kecemburuan sosial, ras, dan ketidakadilan ekonomi dapat menjadi pemicu konflik jika CSR dilaksanakan tanpa survei atau berdiskusi dengan masyarakat itu sendiri. Untuk menekan hal-hal semacam itulah maka CSR harus dilakukan dengan beragam model.
Untuk melaksanakan CSR, setidaknya terdapat empat model yang diterapkan perusahaan (Saidi dan Abidin, 2004 : 64-65). Keempat model tersebut akan diuraikan sebagai berikut. Pertama, keterlibatan langsung. Dalam hal ini perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan sumbangan kepada masyarakat tanpa perantara. Pelaksanaan model ini biasanya perusahaan memiliki satu bidang tersendiri yang bertanggung jawab langsung ke pimpinan perusahaan atau bisa juga digabung dengan bidang lain yang bertanggung jawab dalam kegiatan sosial perusahaan, termasuk CSR.
Kedua, melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan. Perusahaan dalam hal ini mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau groupnya. Biasanya, perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan yayasan.
Ketiga, bermitra dengan pihak lain. Dalam hal ini perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan pihak lain, seperti lembaga sosial, instansi pemerintah, universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya.
Keempat, mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium. Perusahaan dalam hal ini turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Pola ini lebih berorientasi pada pemberian hibah perusahaan yang bersifat “hibah pembangunan”.
Perusahaan sebagai sistem, dalam keberlanjutan dan keseimbangannya tidak bisa berdiri sendiri. Dari berbagai pengalaman program tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia serta di berbagai belahan dunia lain, kiranya dapat diambil kesimpulan bahwa kemitraan multiaktor merupakan pilihan yang paling baik, walaupun ini juga bukan merupakan panacea, obat ampuh untuk seluruh penyakit.

Tiga Indikator Capaian CSR
Lain itu, model apa pun yang akan digunakan merupakan pilihan dari pimpinan dan manajemen perusahaan itu sendiri. Intinya adalah program CSR yang dilakukan wajib memenuhi tiga indikator capaian, sebagaimana diungkapkan Roby Cahyadi dalam sebuah artikel (2012), yakni keuntungan bagi perusahaan, kesejahteraan masyarakat, dan kelestarian lingkungan.
Indikator pertama, keuntungan perusahaan, memiliki arti bahwa program CSR itu sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat sekitar. Jika CSR dipandang sebagai investasi masa depan, perusahaan akan mendapatkan manfaatnya di tahun-tahun mendatang. Setidaknya citra baik masyarakat akan memperpanjang umur perusahaan dan produk mereka akan diterima dengan baik.
Indikator kedua, kesejahteraan masyarakat, diukur dengan capaian program CSR itu dapat mengubah masyarakat. Misalnya, mengubah masyarakat miskin menjadi tidak miskin atau setidaknya meningkatkan taraf hidup mereka. Capaian sejahtera dalam program CSR tidak hanya dipandang dari sisi ekonomi, juga sisi sosial.
Indikator ketiga, kelestarian lingkungan. Program CSR tentu melihat lingkungan dan alam sekitar sebagai ekosistem yang patut dijaga kelestariannya. Program kebersihan lingkungan, penghijauan, serta penanaman pohon guna menjaga ketersediaan air dan kualitas udara. Skala produksi, misalnya, diawali dengan peningkatan kualitas produk yang ramah lingkungan, analisis dampak lingkungan terhadap sampah atau sisa produksi serta lingkungan pabrik yang nyaman dan aman terhadap keberlangsungan makhluk hidup. Semua itu perlu mendapat dukungan akademisi dan para ahli.
Baca selengkapnya dalam “CSR Communication: A Framework for PR Practitioners; Ujang Rusdianto, Graha Ilmu, Yogayakarta, 2013, hlm. 14

Postingan populer dari blog ini

Pemberdayaan Masyarakat dan Bias Program Pembangunan

Jakarta, 1 Juli 2014 (Ujang Rusdianto) - Bukan pembahasan baru, jika pemberdayaan masyarakat harus pula melibatkan masyarakat di dalamnya. Sudah seharusnya pula, bahwa pembangunan di berbagai bidang sekarang ini menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat. Hal ini merupakan upaya meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat sebagai objek dan subjek pembangunan. Harus kita akui, keberhasilan suatu program pembangunan baik ditingkat pusat maupun daerah tidak terlepas dari peran serta masyarakat, sebab peran serta masyarakat yang diabaikan dalam pembangunan, rentan dengan penyimpangan-penyimpangan terhadap tujuan dari pembangunan yaitu upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan dilibatkannya masyarakat dalam pembangunan diberbagai sektor, diharapkan akan kembali memberikan manfaat kepada masyarakat, dimana masyarakat berkesempatan memberikan pengawasan terhadap pembangunan yang sedang berlangsung. Selain itu, motivasi untuk menjaga dan memelihara hasil-hasil pemban...

Stakeholder Relations (2) : Mengkategorikan Stakeholder Organisasi

Jakarta, 25 Juni 2014 (Ujang Rusdianto) - Siapa saja yang dapat dianggap sebagai stakeholder yang sah terhadap operasi perusahaan? Untuk menentukan siapa stakeholders perusahaan Anda, maka sebuah organisasi harus melakukan stakeholders mapping atau analisa stakeholders , atau sebagian menyebutnya pemetaan stakeholders.   Menurut Stakeholder Saliance Model , pengelompokan stakeholder dapat dilakukan berdasarkan tipe sesuai kemampuan mempengaruhi suatu organisasi berdasarkan power, legitimasi dan urgensi yang dimilikinya (Cornelison, 2009 : 50). Model ini sekaligus menunjukkan bahwa pengenalan stakeholder tidak sekedar menjawab pertanyaan siapa stekholder suatu isu tapi juga sifat hubungan stakeholder dengan issu, sikap, pandangan, dan pengaruh stakeholder itu. Legitimasi berkaitan dengan individu/kelompok yang dianggap sah dan berhubungan dengan organisasi. Power terkait kekuatan atau pengaruh yang dimiliki oleh individu/kelompok tersebut. Sedangkan urgency terkait i...

Lebih Dekat dengan Cinematography

Jakarta, 27 Juni 2014 (Ujang Rusdianto) - Membincang istilahnya, cinematography (sinematografi) terdiri dua frasa, yaitu “Cinema” berarti Gerak dan “Graphy” berarti menulis, dengan kata lain menulis dalam gerak (written in motion). Maka sinematografi dapat diartikan sebagai proses pengambilan ide, kata-kata, aksi, emosi, nada dan segala aspek non-verbal yang ditampilkan dalam bentuk visual. Didalam sinematografi terdapat tool of cinematografi. Apa saja? Untuk menjawab pertanyaan ini setidaknya ada enam tools, yaitu : Frame, Lens, Lights and Colour, Texture, Movement dan Point of View (POV). Pertama, frame. Framing merupakan pembagian adegan berdasarkan sudut pandang, posisi kamera, persepsi cerita yang ditampilkan dalam sebuah shoot. Kedua. Lens, merupakan bagaimana sebuah gambar mewakili sudut pandang mata. Ketiga, Lights and Colour. Merupakan penggunaan warna dan pencahayaan dalam sebuah pengambilan gambar. Keempat, Texture. Menampilkan detil dari sebuah shoot. Kelima, Mo...