JAKARTA (Senin, 10 Oktober 2013) – Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial kini telah menjadi
bagian penting dalam menjalankan bisnis Perusahaan. Banyak perusahaan yang
kemudian aktif mengkomunikasikan CSR, baik yang dilakukan secara langsung
maupun melalui media. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi telah dianggap
penting, bahkan sama pentingnya dengan pelaksanaan CSR itu sendiri.
Di era Image War (perang citra) seperti saat
ini, tak dapat dipungkiri berhasil atau tidaknya kegiatan CSR
akan bertumpu pada bagaimana Public Relations mengkomunikasikan. Namun, peran Public Relations dalam mengkomunikasikan
CSR akan berkembang menjadi lebih kompleks seiring dengan kemajuan dari program
CSR.
Tentunya,
setiap Public Relations menginginkan komunikasi CSR
yang dilakukan itu efektif. Sayangnya, upaya
mengkomunikasikan CSR seringkali dijawab hanya dengan menambah medianya, baik
melalui melalui media cetak maupun elektronik. Perusahaan mungkin
bertanya-tanya, apakah media yang banyak ini masih belum cukup?
Dapat dikatakan, memperbanyak media dan
frekuensi tentu merupakan upaya positif. Tapi, apakah pesan komunikasi yang
disampaikan juga diartikan “sama” oleh para pemangku kepentingan? Oleh karena
itu, komunikasi CSR tidak sekedar
dimaknai sebagai proses transmisi informasi dari perusahaan pada stakeholder.
Melainkan
upaya dalam menciptakan pemaknaan yang sama antar pelaku komunikasi.
Pentingnya Mengkomunikasikan CSR
Dewasa ini komunikasi CSR menjadi tuntutan tak terelakan
seiring dengan bermunculannya tuntutan stakeholder (pemangku
kepentingan) terhadap praktik perusahaan. Tumbuhnya kesadaran publik akan peran
perusahaan di tengah masyarakat melahirkan sikap kritis karena perusahaan
dianggap menciptakan masalah sosial, polusi, sumber daya, limbah, mutu produk,
tingkat safety produk, serta hak dan status tenaga kerja.
Oleh
karena itu, inisiatif CSR yang telah disusun perusahaan perlu dikomunikasikan
untuk mendapatkan pengertian bersama antara perusahaan dan stakeholder-nya. Komunikasi CSR
dapat berfungsi sebagai penghubung antara perusahaan dengan stakeholders. Lain itu, komunikasi CSR juga bertujuan untuk menjaga transparansi
dan akuntabilitas perusahaan.
Mengomunikasikan
CSR kepada stakeholder akhirnya akan
memberi manfaat kepada citra perusahaan dan idealnya, memberikan akses kepada stakeholder untuk dapat melakukan
verifikasi dan memberi saran atau kritik terhadap program CSR. Mengkomunikasikan
CSR makin penting guna mempengaruhi opinion
leader dan menjawab skeptisisme yang tumbuh belakangan ini tentang CSR.
Secara
formal, kewajiban perusahaan untuk mengkomunikasikan CSR juga telah diatur
dalam pasal 66 ayat (2) Undang-Undang nomor 40
tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan pasal 6 Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan
Terbatas. Inti dari kedua pasal ini mewajibkan perusahaan memuat pelaksanaan
tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam laporan tahunan dan
dipertanggungjawabkan kepada RUPS.
Pesan Komunikasi
CSR
Secara
sederhana, Komunikasi CSR dimaknai
sebagai proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan
ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap
masyarakat secara keseluruhan. Lalu, pesan apa yang penting dikomunikasikan?
Branco & Rodrigues (2006 : 232 – 248) dalam sebuah paper
berjudul "Communication of corporate
social responsibility by Portuguese banks: A legitimacy theory
perspective", menjelaskan bahwa isi pesan komunikasi CSR terdiri dari dua
kelompok yaitu external disclosure (meliputi lingkungan dan keterlibatan
dalam komunitas) dan internal disclosure (meliputi sumber daya manusia
serta produk dan pelanggan).
Dalam praktiknya, pesan
komunikasi CSR perlu memuat usaha yang sudah diinvestasikan, waktu, jumlah
target khalayak, dan bagaimana komitmen perusahaan dalam membuat kegiatan itu
berkelanjutan. Komitmen perusahaan dalam CSR dipahami merupakan instrumen yang
mengindikasikan apa yang ingin dilakukan dalam rangka memberi perhatian
terhadap pengaruh sosial dan lingkungannya.
Pesan-pesan komunikasi CSR di atas yang telah disusun
dapat disampaikan dalam berbagai bentuk mulai dari social report, website, iklan,
dan saluran komunikasi lainnya. Namun apapun bentuknya, menciptakan kesamaan
makna (commoness) diantara perusahaan
dan stakeholder dari pesan komunikasi
yang disampaikan merupakan landasan bagi tercapainya tujuan komunikasi.
Strategi Mengkomunikasikan
CSR
Komunikasi CSR yang dilakukan perusahaan melalui
media pada dasarnya memang didengar. Akan tetapi, hanya sedikit masyarakat yang
tahu banyak tentang CSR. Meskipun upaya perusahaan dalam mengkomunikasikan CSR
terus meningkat, namun orang yang aktif dalam masyarakat tidak merasa tahu
banyak tentang apa yang dilakukan oleh perusahaan. Untuk kondisi ini,
perusahaan perlu memiliki strategi dalam mengkomunikasikan CSR.
Merencanakan cara komunikasi sangat penting
dan mempunyai banyak manfaat untuk berbagai alasan. Menyusun
sebuah strategi komunikasi adalah suatu seni, bukan sesuatu yang ilmiah, dan
ada banyak cara pendekatan yang berbeda untuk melakukan tugas ini. Cara kunci
untuk memastikan strategi komunikasi matang yang terintegrasi dalam mensukseskan
komunikasi CSR, setidaknya perlu mengedepankan lima aspek penting. Kelima aspek
ini akan diuraikan sebagai berikut :
Pertama, melibatkan karyawan. Hal ini dapat membantu dan mendorong
efisiensi dalam mengkomunikasikan CSR pada stakeholder eksternal. Perusahaan perlu
memberikan pemahaman lebih pada karyawan terkait program dan dampak CSR yang
telah dilaksanakan perusahaan agar pesan yang disampaikan dapat sesuai dengan
yang dimaksudkan perusahaan.
Kedua, berkolaborasi dengan pihak lain. Hal ini dapat menempa hubungan kemitraan dan membangun kredibilitas dengan stakeholder. Misalnya dengan bekerjasama
mendukung program pemerintah, atau menyelenggarakan event bersama.
Ketiga, menampilkan informasi secara seimbang. Transparansi
menjadi hal penting dalam hal ini. Bersifat transparan berarti
mengkomunikasikan dengan jelas, tidak mengaburkan realita melalui prosa-prosa
yang sama, muluk-muluk atau basa-basi.
Keempat, memahami target khalayak. Dalam mengkomunikasikan CSR, perusahaan perlu memahami khalayak
yang dituju, termasuk informasi yang mereka butuhkan, dan saluran komunikasi
yang sesuai dengan mereka.
Kelima, melakukan proses komunikasi dua arah. Dalam hal ini
perusahaan maupun stakeholder mempunyai potensi yang sama sebagai sumber informasi.
Perusahaan mempunyai informasi terkait materi CSR, sementara stakeholder dapat memberikan respon atau tanggapan terkait
informasi yang disampaikan perusahaan.
Terakhir atau keenam, mencocokkan retorika dengan tindakan.
Dewasa ini stakeholder semakin cerdas
untuk memisahkan retorika kosong dari hasil yang baik dan dapat dipercaya. Oleh
karena itu, komunikasi CSR yang baik harus dapat dipercaya, informatif,
mendidik, serta terhindar dari emosi yang berlebihan.