Ujang Rusdianto, Jakarta (6/1/2014). Untuk memiliki sesuatu yang bisa diamalkan, perusahaan harus melakukan
usaha dan menghasilkan keuntungan. Dengan makin banyak untung maka makin banyak
pula yang bisa diamalkan. Sehingga tujuan akhir dari suatu usaha sejatinya
bukan lah keuntungan. Keuntungan yang lebih besar adalah sesuatu yang
menyebabkan amal yang lebih banyak. Melalui CSR, akan mendorong perusahaan untuk ikut memikirkan kepentingan stakeholder dengan cara melakukan tanggung jawab jawab sosial dan
lingkungan.
CSR dan Pembangunan Berkelanjutan
Paradigma sebagian perusahaan memang telah bergeser dari single bottom line (profit) menuju triple bottom line (profit, people, planet). Adanya perubahan paradigma perusahaan saat ini, setidaknya didasari oleh pemahaman atas prasyarat pembangunan berkelanjutan. Perusahaan memang seharusnya menyadari pentingnya pembangunan berkelanjutan. Karena keberlanjutan perusahaan akan terjamin apabila dalam mengutamakan ekonomi, perusahaan juga turut memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup.
Membaca apa yang diungkapkan Ismail Serageldin (1996), paradigma pembangunan berkelanjutan mengajarkan bahwa kekayaan alam hari ini bukanlah berkah yang diwariskan generasi lalu hanya untuk generasi sekarang, tapi merupakan pinjaman yang asalnya dari generasi mendatang. Karenanya jumlah total kapital—sosial, ekonomi, lingkungan, budaya, politik, personal—yang ditransfer dari satu generasi ke generasi berikutnya minimal harus sama, mengingat bahwa pinjaman memang sudah seharusnya dikembalikan utuh”.
Masuknya CSR sebagai penerapan konsep pembangunan berkelanjutan ke dalam praktik perusahaan akan membawa berkah perubahan. Tidak hanya bagi perusahaan, tetapi juga bagi stakeholder (pemangku kepentingan) dan lingkungan. Lebih jauh lagi, CSR menawarkan konsep pembangunan yang lebih kepada “doing with the community”. Metode kerja ini akan merangsang masyarakat menjadi aktif dan dinamis serta mampu mengidentifikasi mana kebutuhan yang sifatnya – real needs, felt needs dan expected need.
Peran Perusahaan dalam Pembangunan Berkelanjutan
Perusahaan sebagai suatu sistem sosial merupakan bagian yang memegang peranan menciptakan pembangunan berkelanjutan. Menurut Welford dan Gouldson (dalam Shrivastava, 1995 : 937) setidaknya ada tiga alasan mengapa perusahaan sebagai fokus pembangunan berkelanjutan, yaitu : 1) perusahaan adalah “sebagai penggerak” utama dalam pembangunan ekonomi; 2) perusahaan memiliki sumber finansial, pengetahuan teknologi dan kapasitas institusional untuk mengimplementasikan solusi ekologis; dan 3) menguji ekologi yang berkelanjutan pada analisis level organisasi merupakan hal yang tepat.
Lain itu, perusahaan menggunakan sumber daya manusia dan modal, mengubahnya ke dalam suatu sistem ekonomi kemudian melakukan investasi terhadap sistem ekologi. Sumber dan komponen fisik yang berasimilasi kemudian dieksploitasi oleh sistem ekonomi perusahaan dan hal ini dapat menghasilkan produk dan juga memunculkan sampah/limbah pembuangan yang tidak berguna. Untuk itu diperlukaan suatu cara agar hasil pembuangan menjadi hal yang lebih bermanfaat, misalnya melalui daur ulang, penggunaan kembali dan memanfaatkan kembali limbah yang tidak berguna (Jenning dan Zandbergen, 1995 : 101).
Dukungan Pimpinan Perusahaan
Persoalannya, kurangnya
kesadaran perusahaan terhadap CSR seringkali CSR baru diimplementasikan ketika
perusahaan mengalami krisis. Kondisi ini hanya akan menunjukkan bahwa perusahaan seolah masih ragu-ragu apakah
program CSR mereka sudah tepat sasaran dan atau tertata secara baik dan
terencana dengan tujuan yang jelas. Pertanyaannya, apakah perusahaan tidak akan melakukan program CSR apabila masyarakat tidak
memprotes dan menuntut direalisasinya program tersebut?
CSR dan Pembangunan Berkelanjutan
Paradigma sebagian perusahaan memang telah bergeser dari single bottom line (profit) menuju triple bottom line (profit, people, planet). Adanya perubahan paradigma perusahaan saat ini, setidaknya didasari oleh pemahaman atas prasyarat pembangunan berkelanjutan. Perusahaan memang seharusnya menyadari pentingnya pembangunan berkelanjutan. Karena keberlanjutan perusahaan akan terjamin apabila dalam mengutamakan ekonomi, perusahaan juga turut memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup.
Membaca apa yang diungkapkan Ismail Serageldin (1996), paradigma pembangunan berkelanjutan mengajarkan bahwa kekayaan alam hari ini bukanlah berkah yang diwariskan generasi lalu hanya untuk generasi sekarang, tapi merupakan pinjaman yang asalnya dari generasi mendatang. Karenanya jumlah total kapital—sosial, ekonomi, lingkungan, budaya, politik, personal—yang ditransfer dari satu generasi ke generasi berikutnya minimal harus sama, mengingat bahwa pinjaman memang sudah seharusnya dikembalikan utuh”.
Masuknya CSR sebagai penerapan konsep pembangunan berkelanjutan ke dalam praktik perusahaan akan membawa berkah perubahan. Tidak hanya bagi perusahaan, tetapi juga bagi stakeholder (pemangku kepentingan) dan lingkungan. Lebih jauh lagi, CSR menawarkan konsep pembangunan yang lebih kepada “doing with the community”. Metode kerja ini akan merangsang masyarakat menjadi aktif dan dinamis serta mampu mengidentifikasi mana kebutuhan yang sifatnya – real needs, felt needs dan expected need.
Peran Perusahaan dalam Pembangunan Berkelanjutan
Perusahaan sebagai suatu sistem sosial merupakan bagian yang memegang peranan menciptakan pembangunan berkelanjutan. Menurut Welford dan Gouldson (dalam Shrivastava, 1995 : 937) setidaknya ada tiga alasan mengapa perusahaan sebagai fokus pembangunan berkelanjutan, yaitu : 1) perusahaan adalah “sebagai penggerak” utama dalam pembangunan ekonomi; 2) perusahaan memiliki sumber finansial, pengetahuan teknologi dan kapasitas institusional untuk mengimplementasikan solusi ekologis; dan 3) menguji ekologi yang berkelanjutan pada analisis level organisasi merupakan hal yang tepat.
Lain itu, perusahaan menggunakan sumber daya manusia dan modal, mengubahnya ke dalam suatu sistem ekonomi kemudian melakukan investasi terhadap sistem ekologi. Sumber dan komponen fisik yang berasimilasi kemudian dieksploitasi oleh sistem ekonomi perusahaan dan hal ini dapat menghasilkan produk dan juga memunculkan sampah/limbah pembuangan yang tidak berguna. Untuk itu diperlukaan suatu cara agar hasil pembuangan menjadi hal yang lebih bermanfaat, misalnya melalui daur ulang, penggunaan kembali dan memanfaatkan kembali limbah yang tidak berguna (Jenning dan Zandbergen, 1995 : 101).
Dukungan Pimpinan Perusahaan
Untuk meningkatkan peran perusahaan dalam pembangunan berkelanjutan, diperlukan dukungan para pimpinan perusahaan. Sudah saatnya para pemimpin perusahaan harus mengubah semboyan
klasik mereka - “waktu adalah uang” menjadi “uang adalah kehidupan”. Mengejar keuntungan
adalah wajib, tetapi disamping untuk memenuhi kebutuhan pribadi atau
perusahaan, juga untuk berbuat kebaikan pada sesama dengan membuat mereka yang
kurang mampu menjadi pintar dan lebih berdaya serta mandiri.
Sejatinya, pemimpin yang
adil karena mereka percaya bahwa keadilan adalah cara berpadu di dunia ini.
Mereka percaya bahwa apabila mereka bersikap adil maka mereka tidak akan
mengganggu keadaan dunia. Bila mereka berperilaku adil, maka mereka juga telah
berpartisipasi untuk membentuk dunia yang lebih baik. Mereka akan memperlakukan
tukang sapu gedung atau orang penting dengan sikap yang sama. Ini semua adalah
bagian yang sama pemikiran kembali tentang kehidupan yang telah memfokuskan
pada keseimbangan kerja dan kehidupan, etika perusahaan dan kewajiban sosial,
dan mencerminkan semangat dari jaminan baru. Semangat yang akan menjadi penting
untuk kemampuan bertahan bisnis mendatang.