Jakarta, 23
Juni 2014 (Ujang Rusdianto) - Pelaksanaan otonomi daerah telah membawa
perubahan yang mendasar di Indonesia. Perubahan ini tidak hanya berdampak pada
sistem penyelenggaraan pemerintahan, tetapi juga pada perubahan kebijakan dalam
pembangunan daerah. Melalui Undang-undang Otonomi
Daerah, Pemerintah Daerah (Pemda) mempunyai kewenangan yang luas untuk menentukan
arah pembangunan daerah mereka sendiri.
Sayangnya, dalam mencapai keberhasilan pembangunan tersebut, pemerintah masih mengalami beberapa kendala dan hambatan. Umumnya hambatan pada keterbatasan sumber daya dan pendanaan, lahan, jaringan pasar, dan peralatan maupun perlengkapan.
Pemerintah
Daerah memerlukan dukungan swasta dan masyarakat dalam mewujudkan keberhasilan
pembangunan. Telebih jika melihat persoalan bangsa Indonesia yang
dihadapkan pada permasalahan multidimensi, semakin menegaskan bahwa kemitraan antar sektor semakin diperlukan.
Arti Penting Kemitraan
Dalam
manajemen modern, kemitraan dimaknai sebagai salah satu strategi yang biasa
ditempuh untuk mendukung keberhasilan implementasi manajamen modern. Namun,
kemitraan tidak sekedar dimaknai sebagai sebuah kerjasama, akan tetapi
kemitraan memiliki pola, nilai strategis dalam mewujudkan keberhasilan suatu
lembaga dalam menerapkan manajemen modern tersebut.
Dari sisi
perusahaan, kemitraan merupakan strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak
atau lebih dalam jangka waktu tertentu. Sebagai strategi bisnis, maka
keberhasilan kemitraan akan ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang
bermitra dalam menjalankan etika bisnis.
Memang pola kemitraan adalah salah satu konsep yang sudah banyak dikenal. Dalam
pola ini, diharapkan suatu lembaga mampu berfungsi sebagai penampung aspirasi para
anggota kemitraan. Yang
harus kita ingat, salah satu fungsi dari lembaga kemitraan
adalah harus mampu mencerminkan keikutsertaan para anggotanya (participatory approach)
dan mengikutsertakan masyarakat agar dapat berpartisipasi aktif dalam
pembangunan.
Keterlibatan
Masyarakat dalam Kemitraan
Kemitraan multi aktor (pemerintah, swasta,
masyarakat) merupakan terobosan yang bisa dilakukan dalam rangka menunjang
pembangunan daerah. Selain itu, pelibatan swasta dan masyarakat dalam
pembangunan sejalan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Prinsip ini menekankan
bahwa penyelenggaraan kepemerintahan negara diperlukan adanya keseimbangan
interaksi dan keterlibatan multi aktor tersebut.
Salah satu bentuk sinergi tersebut dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan Corporate
Social Responsibility (CSR) serta Program Kemitraan & Bina Lingkungan
(PKBL).
Selain ditujukan untuk pemerataan kesejahteraan
masyarakat,
kedua program ini juga dimaksudkan untuk menciptakan hubungan
yang harmonis dengan stakeholder.
Yang menarik, kemitraan multi aktor dalam CSR dewasa ini
semakin dianggap penting dan diharapkan menjadi solusi dalam mengatasi problema
pembangunan di daerah. Namun mewujudkan kemitraan ini memang bukanlah hal
mudah.
Realitasnya,
tidak sedikit kemitraan yang terjadi bersifat semu (pseudo partnership),
dimana diantara mereka sesungguhnya tidak melakukan kerjasama secara seimbang
satu dengan lainnya. Masyarakat dalam hal ini kerap hanya sekedar menjadi objek
atau target program pembangunan.
Yang menjadi
persoalan, dinamika sosial yang muncul seperti reformasi, demokratisasi dan
desentralisasi telah menghasilkan kesadaran masyarakat sebagai suatu entitas stakeholder yang semakin kritis.
Kemampuan memposisikan kelompok sebagai sebagai subjek dan mitra yang setara
dalam setiap bentuk relasinya haruslah menjadi bagian dari kesadaran tersebut.
Masyarakat
idealnya harus menjadi pelaku dalam pembangunan, dengan demikian masyarakat
perlu dibina dan dipersiapkan untuk dapat merumuskan sendiri permasalahan yang
dihadapi, merencanakan langkah-langkah yang diperlukan, melaksanakan rencana
yang telah diprogramkan, menikmati produk yang dihasilkan dan melestarikan
program yang telah dirumuskan dan dilaksanakan.