Jakarta, 21
Juni 2014 (Ujang Rusdianto) - Dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran
pembangunan, implementasinya tidak dapat dilepaskan dari ketatalaksanaan
program. Secara konseptual, program tersebut kemudian diformulasikan untuk
rancangan pembangunan yang selanjutnya diimplementasikan dalam berbagai
kegiatan.
Seiring penerapan Otonomi Daerah, konsep pelaksanaan pembangunan diarahkan pada perluasan peran pemerintah daerah dan segenap pemangku kepentingan (stakeholder) pembangunan. Peran pemerintah pusat dalam hal ini, lebih difokuskan pada koordinasi dan pembinaan.
Membincang stakeholder dalam implementasi program
pembangunan, paling tidak ada dua aspek yang berkaitan erat dengan eksistensi
pemangku kepentingan tersebut, yaitu klasifikasi dan partisipasi pemangku
kepentingan.
Dalam
implementasi program pembangunan, stakeholder
memiliki definisi yang beragam. Umumnya istilah stakeholder digunakan untuk mendeskripsikan komunitas atau
organisasi yang secara permanen menerima dampak dari aktivitas atau kebijakan,
di mana mereka berkepentingan terhadap hasil aktivitas atau kebijakan tersebut.
Lebih jauh
lagi, Crosby (1992) membedakan pemangku kepentingan dalam pembangunan menjadi
tiga kelompok. Pertama, pemangku kepentingan
utama, yakni yang menerima dampak positif atau negatif (di luar kerelaan) dari
suatu kegiatan. Kedua, pemangku
kepentingan penunjang, adalah yang menjadi perantara dalam membantu proses
penyampaian kegiatan. Ketiga,
pemangku kepentingan kunci, yakni yang berpengaruh kuat atau penting terkait
dengan masalah, kebutuhan, dan perhatian terhadap kelancaran kegiatan.
Masyarakat yang
Terlupa
Dalam pembangunan daerah akan dijumpai adanya stakeholder sebagai aktor yang
memiliki peran signifikan. Stakeholder tersebut yaitu pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Tingkat
keterlibatan ketiga komponen ini akan terbagi ke dalam berbagai variasi dan
fungsi yang bisa menyebabkan adanya perbedaan kepentingan yang beragam.
Keberlangsungan dan kesuksesan program
Pembangunan sangat tergantung dengan pihak-pihak terkait dengan pembagunan itu,
yang mana pihak-pihak dimaksud dapat disebut sebagai stakeholder Pembangunan. Karena perbedaan inilah, diperlukan adanya
kordinasi dalam proses pembangunan.
Bagaimanapun
pembangunan memiliki sasaran tunggal - yakni
rakyat. Sayangnya, di era demokrasi seperti saat ini, dari rakyat nya jelas –
tapi oleh dan untuk siapanya yang masih kabur. Dengan demikian, pertanyaan yang
layak kita ajukan; Apakah dalam penyusunan program pembangunan, pelaksanaan,
monitoringnya serta evaluasinya telah melibatkan masyarakat? Pertanyaan ini
sangat penting, mengingat hal ini sangat menentukan keberlangsungan dan
kelancaran program pembangunan.
Dapat dikatakan, setiap pemangku kepentingan pembangunan ini
memiliki sumber daya dan kebutuhan masing-masing yang harus terwakili dalam
proses pengambilan keputusan dalam kegiatan pembangunan. Jelas dalam hal ini,
pengambilan keputusan tidak bisa dilakukan kelompok tertentu, melainkan
merupakan keputusan bersama atau secara kolektif.