Jakarta, 13 Juli 2014 (Ujang Rusdianto) – Indonesia perlu memiliki kota-kota
kreatif yang lebih banyak. Kota kreatif itu berhubungan dengan daya saing. Dimana
kota kreatif dibangun dari kemampuan warganya menyediakan lapangan pekerjaan
sendiri, menghasilkan karya-karya khas daerahnya, dan pada akhirnya bisa
membawa Indonesia bersaing dengan negara lain.
Namun bagaimana mewujudkannya? Untuk menjawab pertanyaan ini, Yayat
Supriatna sebagai Pengamat perkotaan mengungkapkan, kualitas masing-masing
manusianya harus "dibangun" terlebih dahulu. Hal ini bisa dilakukan
secara formal, maupun informal. Yang dibangun adalah nilai, bukan fisik
uangnya, tapi manusianya.
Dengan demikian, pendidikan harus didorong. Sekolah-sekolah
kejuruan, seperti tata boga, tata niaga, sekolah-sekolah yang membangun
keterampilan. Kalau tidak bisa, maka kita bangun lembaga kreatif non perguruan
tinggi di luar pendidikan. Jaman dulu ada balai latihan. Sekarang, balai itu
harus diperbanyak.
Yang harus kita sadari, kepribadian kuat dan kemampuan yang mumpuni
pada masing-masing anggota masyarakat bisa meningkatkan angkatan kerja. Faktualnya,
sektor ekonomi informal bisa mengakomodasi 70 persen sampai 80 persen angkatan
kerja. Sementara sektor formal hanya bisa menyerap 20 sampai 30 persen angkatan
kerja. Keterbatasan penyerapan angkatan kerja pada sektor formal seharusnya
bisa ditopang jika masing-masing penduduk bisa menyediakan lapangan kerja bagi
dirinya sendiri.
Sadar atau tidak, "generasi entrepreneur" tersebut
sebenarnya punya andil membangun kota-kota kreatif di Indonesia. Dengan tumbuh
dan menjamurnya kota-kota seperti ini, daya saing Indonesia akan semakin kuat. Jika
dibandingkan dengan Korea atau Jepang, negeri ini masih kalah dalam hal
teknologi.
Namun demikian, ekonomi lokal kita luar biasa. Kerajinan tangan
kita, sangat luar biasa. Kalau dikemas dengan wadah seperti pameran Inacraft,
itu akan menunjukkan bagaimana kemampuan ekonomi kreatif Indonesia. Kota Solo
misalnya, menjadi salah satu dari sedikit kota di Indonesia yang menyambut
hangat dan sigap berbenah saat ekonomi kreatif, industri kreatif, dan kota
kreatif mulai dikembangkan di negeri ini sekitar 7-10 tahun silam.
Di setiap kota atau daerah di Indonesia, tentu memiliki kekuatan
yang menjadi ciri khas dan ini bisa jadi potensi besar untuk mengembangkan kota
kreatif. Akhirnya, menjadi kota kreatif dunia tidak sekadar harus memiliki ikon
produk ekonomi kreatif, tetapi ini terkait juga dengan bagaimana membangun
sebuah kota yang humanistis dan mampu mewadahi kegiatan kreativitas warganya.