Langsung ke konten utama

Dari Cyber PR, Menuju CSR

Jakarta, 19 September 2014 - Sekarang ini, bila kita mendengar istilah CSR (Corporate Social Responsibility) atau Tanggung Jawab Sosial Perusahaan mungkin sudah tidak asing lagi. Dalam banyak bentuk, sebagian perusahaan di Indonesia telah memberikan kontribusi positifnya pada masyarakat dan lingkungan sekitar melalui CSR. 

Konsep CSR didasarkan pada tiga pilar yang dikenal sebagai 3-P (People, Profit, Planet) atau triple bottom line (ekonomi, ekologi, sosial). Melalui penerapan CSR, diharapkan agar ketiga segi ini: manusia atau faktor sosial, keuntungan atau faktor ekonomi, dan bumi atau faktor lingkungan, tetap dalam keadaan seimbang; keadaan ideal yang diharapkan mendukung pembangunan berkelanjutan.
CSR yang saat ini menjadi isu penting dalam pembangunan secara berkelanjutan, juga dapat memanfaatkan kekuatan media internet. CSR sebagai kegiatan bersama antara perusahaan, masyarakat, juga pemerintah, dan stakeholder lainnya seringkali perlu di komunikasikan untuk mencapai kesepakatan bersama.
Media untuk mengkomunikasikan semua gagasan, ide, pesan, kebijakan, dan aktivitas CSR, selain melalui media konvensional, dapat juga menggunakan media online. Tujuannya untuk dapat membentuk pendapat, sikap dan perilaku stakeholder untuk berubah sesuai dengan yang diinginkan perusahaan. Selain itu, penggunaan media on line juga dapat mempengaruhi agenda media konvensional dan gate keeper dari media massa.
Tentu saja, pengenalan dan pengembangan konsep Cyber PR, yang utamanya seperti menjadi pembahasan dalam buku ini – karya Ujang Rusdianto, perlu dilakukan di Indonesia. Harus kita akui, selama ini perkembangan komunikasi CSR di Indonesia kurang mengoptimalkan kekuatan cyber media. Dengan cyber media, komunikasi yang dilakukan sifatnya konstan selama 24 jam, responnya cepat, khalayaknya global, dapat dilakukan komunikasi dua arah, dan dengan biaya yang murah.
Cyber CSR sebagai salah satu media yang membantu komunikasi CSR, diharapkan dapat menjangkau lebih banyak penerima pesan komunikasi untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan, sikap dan perilakunya. Untuk itu pengelola cyber media untuk kegiatan CSR bukan hanya mengupdate informasi, namun juga mengatasi respon stakeholder. Dengan demikian, pemanfaatan media dapat berjalan optimal. Selamat membaca.

Dr. Prima Mulyasari, M.Si
Executive Director Cesri
Konsultan/Trainer/Dosen Pascasarjana Komunikasi

Postingan populer dari blog ini

Pemberdayaan Masyarakat dan Bias Program Pembangunan

Jakarta, 1 Juli 2014 (Ujang Rusdianto) - Bukan pembahasan baru, jika pemberdayaan masyarakat harus pula melibatkan masyarakat di dalamnya. Sudah seharusnya pula, bahwa pembangunan di berbagai bidang sekarang ini menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat. Hal ini merupakan upaya meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat sebagai objek dan subjek pembangunan. Harus kita akui, keberhasilan suatu program pembangunan baik ditingkat pusat maupun daerah tidak terlepas dari peran serta masyarakat, sebab peran serta masyarakat yang diabaikan dalam pembangunan, rentan dengan penyimpangan-penyimpangan terhadap tujuan dari pembangunan yaitu upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan dilibatkannya masyarakat dalam pembangunan diberbagai sektor, diharapkan akan kembali memberikan manfaat kepada masyarakat, dimana masyarakat berkesempatan memberikan pengawasan terhadap pembangunan yang sedang berlangsung. Selain itu, motivasi untuk menjaga dan memelihara hasil-hasil pemban...

Stakeholder Relations (2) : Mengkategorikan Stakeholder Organisasi

Jakarta, 25 Juni 2014 (Ujang Rusdianto) - Siapa saja yang dapat dianggap sebagai stakeholder yang sah terhadap operasi perusahaan? Untuk menentukan siapa stakeholders perusahaan Anda, maka sebuah organisasi harus melakukan stakeholders mapping atau analisa stakeholders , atau sebagian menyebutnya pemetaan stakeholders.   Menurut Stakeholder Saliance Model , pengelompokan stakeholder dapat dilakukan berdasarkan tipe sesuai kemampuan mempengaruhi suatu organisasi berdasarkan power, legitimasi dan urgensi yang dimilikinya (Cornelison, 2009 : 50). Model ini sekaligus menunjukkan bahwa pengenalan stakeholder tidak sekedar menjawab pertanyaan siapa stekholder suatu isu tapi juga sifat hubungan stakeholder dengan issu, sikap, pandangan, dan pengaruh stakeholder itu. Legitimasi berkaitan dengan individu/kelompok yang dianggap sah dan berhubungan dengan organisasi. Power terkait kekuatan atau pengaruh yang dimiliki oleh individu/kelompok tersebut. Sedangkan urgency terkait i...

Lebih Dekat dengan Cinematography

Jakarta, 27 Juni 2014 (Ujang Rusdianto) - Membincang istilahnya, cinematography (sinematografi) terdiri dua frasa, yaitu “Cinema” berarti Gerak dan “Graphy” berarti menulis, dengan kata lain menulis dalam gerak (written in motion). Maka sinematografi dapat diartikan sebagai proses pengambilan ide, kata-kata, aksi, emosi, nada dan segala aspek non-verbal yang ditampilkan dalam bentuk visual. Didalam sinematografi terdapat tool of cinematografi. Apa saja? Untuk menjawab pertanyaan ini setidaknya ada enam tools, yaitu : Frame, Lens, Lights and Colour, Texture, Movement dan Point of View (POV). Pertama, frame. Framing merupakan pembagian adegan berdasarkan sudut pandang, posisi kamera, persepsi cerita yang ditampilkan dalam sebuah shoot. Kedua. Lens, merupakan bagaimana sebuah gambar mewakili sudut pandang mata. Ketiga, Lights and Colour. Merupakan penggunaan warna dan pencahayaan dalam sebuah pengambilan gambar. Keempat, Texture. Menampilkan detil dari sebuah shoot. Kelima, Mo...