Langsung ke konten utama

CSR dan CSO ; Menggambar Ulang Desain Keberlanjutan Masa Depan

Jakarta, 2 Februari 2015 - Saat ini Corporate Social Responsibility (CSR) berkembang pesat seiring meningkatnya kepedulian dunia usaha terhadap masyarakat dan lingkungan. CSR merupakan wujud komitmen dunia usaha untuk bertin­dak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk pening katan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara luas (WBCSD, 1995). Dalam perkembangannya, CSR menjadi tolok ukur akan tanggung jawab sosial yang menentukan reputasi perusahaan di mata publik.

Salah satu aspek penting dari CSR adalah potensinya untuk men­danai program­-program pemberdayaan masyarakat. Di Indonesia, sumber­-sumber pendanaan untuk program pemberdayaan masya rakat terdiri dari pendanaan pemerintah, pendanaan publik dan pendanaan privat (swasta). Keberadaan sumber pendanaan bagi program pemberdayaan masyarakat merupakan faktor penting sebagai bagian dari upaya mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, sebuah paradigma pemba ngunan untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengor­ bankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan (WCED, 1987).
Arah dan ukuran keberhasilan dari pembangunan berkelanjutan sangat ditentukan seberapa besar irisan sinergis yang dilakukan oleh tiga pelaku pembangunan, yaitu pemerintah, sektor bisnis dan masyarakat sipil. Masyarakat sipil merupakan salah satu pilar penting dalam pembangunan dalam konteks demokrasi dan tata kelola pemerintahaan yang baik. CSR sendiri pada dasarnya merupakan salah satu bentuk upaya dunia usaha dalam peningkatan kualitas masya rakat dan lingkungan. Hal tersebut tergambar dari mulai terjadi nya pergeseran paradigma dalam pengelolaan CSR, yang semula lebih banyak bersifat philanthropy (bantuan kemanusiaan yang bersumber dari nilai kedermawanan) menuju aspek­aspek pemberdayaan ma syarakat yang lebih luas dan berdimensi jangka panjang.
Peran masyarakat sipil dalam pembangunan lebih banyak dimotori oleh organisasi masyarakat sipil atau civil society organization (CSO). Ketika kesadaran atas peran masyarakat sipil menjadi sebuah kebutuhan penting, ternyata keberadaan CSO masih mengandung berbagai persoalan mendasar, di antaranya kesenjangan pendanaan kerja jangka panjang, masih lemahnya kapasitas dan struktur kelembagaan, serta ekslusivitas kerja CSO yang minim inisiatif untuk  bersinergi dengan pelaku pembangunan lain.
Hal yang paling menonjol adalah ketergantungan CSO yang masih sangat bersandar pada pendanaan lembaga donor (terutama dari lem­ baga donor asing). Hal ini jelas menyebabkan CSO memiliki keterbatasan dalam mengembangkan program yang berbasiskan konteks kebutuhan lokal dan berdimensi jangka panjang. Kini, CSO dihadapkan pada penurunan ketersediaan dukungan pendanaan dari lembaga donor asing. Berbagai inisiatif kreatif dan inovatif dalam pemberdayaan masyarakat dan lingkungan terancam tidak menda patkan dukungan yang berkelanjutan.
Untuk itu, HIVOS, sebuah lembaga kerjasama pembangunan Belanda, bersama dengan IBCSD (Indonesia Business Council for Sustainable Development) dan Yayasan Penabulu, berinisiatif melakukan sebuah kaji­ an terbatas yang bertujuan mendorong lebih jauh terbangunnya sinergi dan kolaborasi antara dunia usaha dengan CSO.
Sinergi CSO dan dunia usaha, khususnya melalui pengelolaan CSR, merupakan sebuah upaya untuk mewujudkan kerangka kemitraan masa depan dalam pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Baca Selengkapnya : Menakar CSR; Memetakan Potensi Pendanaan CSR dan Peluang Kolaborasi dengan CSO.

Postingan populer dari blog ini

Pemberdayaan Masyarakat dan Bias Program Pembangunan

Jakarta, 1 Juli 2014 (Ujang Rusdianto) - Bukan pembahasan baru, jika pemberdayaan masyarakat harus pula melibatkan masyarakat di dalamnya. Sudah seharusnya pula, bahwa pembangunan di berbagai bidang sekarang ini menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat. Hal ini merupakan upaya meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat sebagai objek dan subjek pembangunan. Harus kita akui, keberhasilan suatu program pembangunan baik ditingkat pusat maupun daerah tidak terlepas dari peran serta masyarakat, sebab peran serta masyarakat yang diabaikan dalam pembangunan, rentan dengan penyimpangan-penyimpangan terhadap tujuan dari pembangunan yaitu upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan dilibatkannya masyarakat dalam pembangunan diberbagai sektor, diharapkan akan kembali memberikan manfaat kepada masyarakat, dimana masyarakat berkesempatan memberikan pengawasan terhadap pembangunan yang sedang berlangsung. Selain itu, motivasi untuk menjaga dan memelihara hasil-hasil pemban...

Stakeholder Relations (2) : Mengkategorikan Stakeholder Organisasi

Jakarta, 25 Juni 2014 (Ujang Rusdianto) - Siapa saja yang dapat dianggap sebagai stakeholder yang sah terhadap operasi perusahaan? Untuk menentukan siapa stakeholders perusahaan Anda, maka sebuah organisasi harus melakukan stakeholders mapping atau analisa stakeholders , atau sebagian menyebutnya pemetaan stakeholders.   Menurut Stakeholder Saliance Model , pengelompokan stakeholder dapat dilakukan berdasarkan tipe sesuai kemampuan mempengaruhi suatu organisasi berdasarkan power, legitimasi dan urgensi yang dimilikinya (Cornelison, 2009 : 50). Model ini sekaligus menunjukkan bahwa pengenalan stakeholder tidak sekedar menjawab pertanyaan siapa stekholder suatu isu tapi juga sifat hubungan stakeholder dengan issu, sikap, pandangan, dan pengaruh stakeholder itu. Legitimasi berkaitan dengan individu/kelompok yang dianggap sah dan berhubungan dengan organisasi. Power terkait kekuatan atau pengaruh yang dimiliki oleh individu/kelompok tersebut. Sedangkan urgency terkait i...

Lebih Dekat dengan Cinematography

Jakarta, 27 Juni 2014 (Ujang Rusdianto) - Membincang istilahnya, cinematography (sinematografi) terdiri dua frasa, yaitu “Cinema” berarti Gerak dan “Graphy” berarti menulis, dengan kata lain menulis dalam gerak (written in motion). Maka sinematografi dapat diartikan sebagai proses pengambilan ide, kata-kata, aksi, emosi, nada dan segala aspek non-verbal yang ditampilkan dalam bentuk visual. Didalam sinematografi terdapat tool of cinematografi. Apa saja? Untuk menjawab pertanyaan ini setidaknya ada enam tools, yaitu : Frame, Lens, Lights and Colour, Texture, Movement dan Point of View (POV). Pertama, frame. Framing merupakan pembagian adegan berdasarkan sudut pandang, posisi kamera, persepsi cerita yang ditampilkan dalam sebuah shoot. Kedua. Lens, merupakan bagaimana sebuah gambar mewakili sudut pandang mata. Ketiga, Lights and Colour. Merupakan penggunaan warna dan pencahayaan dalam sebuah pengambilan gambar. Keempat, Texture. Menampilkan detil dari sebuah shoot. Kelima, Mo...