Langsung ke konten utama

Faktor yang Mempengaruhi Alokasi CSR, Apa Saja?

Jakarta, 15 Februari 2015 - Studi terhadap 57 laporan perusahaan BUMN , swasta nasional dan swasta asing yang mewakili sektor industri penting di Indonesia berdasarkan Annual Report (AR) dan Sustainability Report (SR) oleh Tim HIVOS (lembaga kerjasama pembangunan Belanda) bersama dengan IBCSD (Indonesia Business Council for Sustainable Development) dan Yayasan Penabulu, dalam publikasi “Menakar CSR : Memetakan Pendanaan CSR dan Peluang Kolaborasi” dengan CSO mengungapkan, bahwa keuntungan perusahaan meningkat dari tahun 2009 sebe­sar 959 triliun menjadi 1.569 trili­un pada tahun 2011. Dengan peningkatan keuntungan total yang signifikan dari 57 perusahaan res­ponden ini muncul asumsi bah­wa alokasi pendanaan CSR juga meningkat pada periode yang sama.

Sayangnya, ternyata tidak semua perusahaan mengungkapkan alokasi pendanaan CSR dalam AR dan SR secara jelas, sehingga tidak bisa dilakukan analisis terhadap jumlah total dana CSR dari 57 perusahaan tersebut. Dari 57 perusahaan hanya 13 perusahaan pada tahun 2009, 16 perusahaan pada tahun 2010, dan 16 perusahan pada tahun 2011 yang mengungkap jumlah dana CSR mereka.
Ada kecenderungan peningkatan alokasi pendanaan CSR. Paling tidak disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: Pertama, Peningkatan keuntungan perusahaan. Peningkatan keuntungan dalam bisnis memicu perusahaan untuk mengalokasikan pendanaan CSR mereka lebih besar untuk keberdayaan masyarakat dan perbaikan lingkungan hidup.
Kedua, peningkatan pemahaman dan kepedulian perusahaan terhadap standar tanggung jawab sosial dan lingkungan global. Munculnya berbagai standar sustainability dan social responsibility seperti UN Global Compact, Equator Principle, IFC Standard, ISO 26000 dan standar lainnya telah mendorong perusahaan semakin memahami bahwa CSR bukan saja sebuah komitmen etik semata namun juga sebuah kebutuhan perusahaan yang strategis bagi bisnis mereka.
Ketiga, tekanan regulasi pemerintah dan perkembangan atmosfer investasi. Pemerintah melalui UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas telah menempatkan CSR dari soft law menjadi hard law, di mana termaktub kewajiban perusahaan dalam mengalokasikan dana CSR. Selain itu peningkatan investasi dari dalam dan luar ne­ geri, melalui fasilitasi pemerintah seperti melalui program MPE3EI telah mendorong pertambahan alokasi dana CSR di Indonesia.

Keempat, desentralisasi dan otonomi daerah. Situasi desentralisasi dan oto­ nomi daerah dalam konteks demokratisasi mendorong pemerintah daerah dan masyarakat menuntut perusahaan untuk lebih peduli terhadap lingkungan sekitarnya, yang diwujudkan kemudian da­ lam alokasi pendanaan CSR. Masyarakat di daerah semakin kritis terhadap situasi sosial yang dirasakannya, termasuk terhadap keberadaan perusahaan yang berada di sekitar mereka.

Kelima, kecenderungan tumbuhnya isu baru. Dalam diskursus pembangunan dewasa ini tumbuh isu­isu penting yang berkembang seperti perubahan iklim, MGDs dan SDGs. Isu perubahan iklim menjadi tren baru dalam ranah kegiatan CSR di Indonesia, perusahaan akan memperoleh citra dan manfaat positif jika terlibat dalam isu lingkungan dan perubahan iklim. Isu MDGs juga menjadi banyak acuan bagi perusahaan untuk berusaha terlibat didalamnya, di mana CSR menjadi sarana untuk mewujudkan kepedulian terhadap masyarakat melalui program pendidikan, kesehatan, pengentasan kemiskinan dan pelestarian lingkungan hidup.

Terakhir, adanya kompetisi di antara perusahaan. Beberapa responden me­ nyatakan bahwa secara alami, sifat perusahaan adalah kompetitif dalam mendapatkan keuntungan. Hal ini juga tercermin dalam alokasi pendanaan CSR, di mana perusahaan berlomba untuk membangun citra dan kepercayaan di mata publik melalu aloka­ si pendanaan CSR mereka. Tidak bisa dipungkiri bahwa CSR juga menjadi instrumen perusahaan dalam membangun reputasi mereka di mata publik.

Postingan populer dari blog ini

Pemberdayaan Masyarakat dan Bias Program Pembangunan

Jakarta, 1 Juli 2014 (Ujang Rusdianto) - Bukan pembahasan baru, jika pemberdayaan masyarakat harus pula melibatkan masyarakat di dalamnya. Sudah seharusnya pula, bahwa pembangunan di berbagai bidang sekarang ini menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat. Hal ini merupakan upaya meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat sebagai objek dan subjek pembangunan. Harus kita akui, keberhasilan suatu program pembangunan baik ditingkat pusat maupun daerah tidak terlepas dari peran serta masyarakat, sebab peran serta masyarakat yang diabaikan dalam pembangunan, rentan dengan penyimpangan-penyimpangan terhadap tujuan dari pembangunan yaitu upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan dilibatkannya masyarakat dalam pembangunan diberbagai sektor, diharapkan akan kembali memberikan manfaat kepada masyarakat, dimana masyarakat berkesempatan memberikan pengawasan terhadap pembangunan yang sedang berlangsung. Selain itu, motivasi untuk menjaga dan memelihara hasil-hasil pemban...

Stakeholder Relations (2) : Mengkategorikan Stakeholder Organisasi

Jakarta, 25 Juni 2014 (Ujang Rusdianto) - Siapa saja yang dapat dianggap sebagai stakeholder yang sah terhadap operasi perusahaan? Untuk menentukan siapa stakeholders perusahaan Anda, maka sebuah organisasi harus melakukan stakeholders mapping atau analisa stakeholders , atau sebagian menyebutnya pemetaan stakeholders.   Menurut Stakeholder Saliance Model , pengelompokan stakeholder dapat dilakukan berdasarkan tipe sesuai kemampuan mempengaruhi suatu organisasi berdasarkan power, legitimasi dan urgensi yang dimilikinya (Cornelison, 2009 : 50). Model ini sekaligus menunjukkan bahwa pengenalan stakeholder tidak sekedar menjawab pertanyaan siapa stekholder suatu isu tapi juga sifat hubungan stakeholder dengan issu, sikap, pandangan, dan pengaruh stakeholder itu. Legitimasi berkaitan dengan individu/kelompok yang dianggap sah dan berhubungan dengan organisasi. Power terkait kekuatan atau pengaruh yang dimiliki oleh individu/kelompok tersebut. Sedangkan urgency terkait i...

Lebih Dekat dengan Cinematography

Jakarta, 27 Juni 2014 (Ujang Rusdianto) - Membincang istilahnya, cinematography (sinematografi) terdiri dua frasa, yaitu “Cinema” berarti Gerak dan “Graphy” berarti menulis, dengan kata lain menulis dalam gerak (written in motion). Maka sinematografi dapat diartikan sebagai proses pengambilan ide, kata-kata, aksi, emosi, nada dan segala aspek non-verbal yang ditampilkan dalam bentuk visual. Didalam sinematografi terdapat tool of cinematografi. Apa saja? Untuk menjawab pertanyaan ini setidaknya ada enam tools, yaitu : Frame, Lens, Lights and Colour, Texture, Movement dan Point of View (POV). Pertama, frame. Framing merupakan pembagian adegan berdasarkan sudut pandang, posisi kamera, persepsi cerita yang ditampilkan dalam sebuah shoot. Kedua. Lens, merupakan bagaimana sebuah gambar mewakili sudut pandang mata. Ketiga, Lights and Colour. Merupakan penggunaan warna dan pencahayaan dalam sebuah pengambilan gambar. Keempat, Texture. Menampilkan detil dari sebuah shoot. Kelima, Mo...