Langsung ke konten utama

Tiga Dimensi Penting dalam Pembangunan Global, apa saja?

Tangerang, 9 Juni 2015 - Diskusi tentang Sustainable Development Goals (SDGs) saat ini mulai banyak dilakukan di forum-forum internasional, bukan hanya karena Millenium Development Goals (MDGs) akan berakhir pada 2015, tapi juga akibat munculnya tantangan-tantangan global baru yang perlu disikapi oleh masyarakat dunia.
Sejak tahun 2010 Sekjen PBB telah menginisiasi pembahasan tentang pembangunan global pasca 2015 melalui jalur High Level Panel of Eminent Persons (HLPEP) on post 2015 Development Agenda, United Nations Sustainable Development Solutions Network (SDSN), The United Nations System Task Team dan Open Working Group (OWG) SDGs. Awal Februari 2014, berlangsung The 8th session of OWG ke-8 di New York (3-7 Februari 2014) yang khusus membahas isu air & laut, hutan dan keaneka-ragaman hayati.
Isu pembangunan global pasca 2015 juga dibahas dalam KTT Rio+20 pada tahun 2012 yang menghasilkan outcome document “the future we want” yang mencantumkan tentang SDGs dan Agenda Pembangunan Pasca 2015. Dokumen tersebut memberikan arahan tentang pentingnya tiga dimensi pembangunan berkelanjutan yakni ekonomi, sosial dan lingkungan hidup yang harus bersinergi dalam pembangunan global ke depan.
Berdasarkan outcome document Rio+20, SDGs harus memenuhi prinsip-prinsip: (i)tidak melemahkan komitment internasional terhadap pencapaian MDGs, (ii)mempertimbangkan perbedaan kondisi, kapasitas dan prioritas masing-masing negara, (iii)fokus pada pencapaian ketiga dimensi pembangunan berkelanjutan, dan (iv)koheren dan terintegrasi dengan pembangunan pasca 2015.
Sementara itu, HLPEP on post 2015 dimana Presiden RI menjadi Co-chair bersama dengan PM Inggris dan Presiden Liberia dalam Laporan Akhir-nya telah merumuskan agenda pembangunan yang lebih luas dibandingkan agenda MDGs dalam bentuk 12 illustrative goals yang memuat sejumlah isu baru seperti lapangan pekerjaan yang layak, ketahanan energi, pangan dan gizi, air dan sanitasi, good governance dan institusi yang efektif, rule of law, masyarakat yang stabil dan damai, global enabling environment dan catalyze long term finance.
Khusus mengenai isu kehutanan, termuat dalam salah satu tujuan MDGs (goal 7: Ensure environmental sustainability), HLPEP (Goal 9: Manage Natural Resources Assests Sustainably), Laporan Sekjen PBB ”A Life of Dignity for All” dan SDSN (Goal 9: Secure Ecosystem Services and Biodiversity, and Ensure Good Management of Water and Other Natural Resources).
Dalam pembahasan SDGs di United Nations Forum on Forests Workshop on Review of International Arrangement on Forests di Wina, Austria, Oktober 2013, dan pada Sidang FAO Asia Pacific Forestry Commission di Rotorua, New Zealand, November 2013, mengemuka isu tentang perlunya Stand Alone Goal on Forests. Stand Alone Goal on Forests tersebut perlu merujuk pada empat Global Goals on Forests yang disepakati dalam Non-Leggally Binding Instrument on Forests yang diadopsi oleh Sidang Umum PBB ke 74 tahun 2007 melalui Resolusi 62/98 yakni: (1) Membalikkan kehilangan tutupan hutan, (2) Meningkatkan peran dan manfaat hutan secara ekonomi, sosial dan lingkungan, (3) Meningkatkan kawasan yang dikelola secara lestari, dan (4) Membalik penurunan ODA untuk pengelolaan hutan lestari. Selanjutnya isu Stand Alone Goal on Forests perlu dicermati karena harus dirumuskan tujuan yang measurable dan dapat dimonitor dengan baik.
Dapat dipahami bahwa SDGs ataupun komitmen lain yang nantinya diputuskan menggantikan MDGs, adalah komitmen global yang tidak berimplikasi reward ataupun punishment bagi negara-negara di dunia. SDGs adalah suatu proses yang masih berlangsung dan terbuka kesempatan bagi semua pihak untuk memberikan masukan untuk pembangunan global yang lebih baik. Perlu atau tidaknya tujuan SDGs ataupun MDGs akan berpulang ke masing-masing negara sesuai kebutuhan nasional karena tujuan pembangunan pasca 2015 adalah tentang komitmen bersama untuk menyikapi tantangan global yang berlaku secara lintas batas negara (UR/VI/2015).

Postingan populer dari blog ini

Pemberdayaan Masyarakat dan Bias Program Pembangunan

Jakarta, 1 Juli 2014 (Ujang Rusdianto) - Bukan pembahasan baru, jika pemberdayaan masyarakat harus pula melibatkan masyarakat di dalamnya. Sudah seharusnya pula, bahwa pembangunan di berbagai bidang sekarang ini menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat. Hal ini merupakan upaya meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat sebagai objek dan subjek pembangunan. Harus kita akui, keberhasilan suatu program pembangunan baik ditingkat pusat maupun daerah tidak terlepas dari peran serta masyarakat, sebab peran serta masyarakat yang diabaikan dalam pembangunan, rentan dengan penyimpangan-penyimpangan terhadap tujuan dari pembangunan yaitu upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan dilibatkannya masyarakat dalam pembangunan diberbagai sektor, diharapkan akan kembali memberikan manfaat kepada masyarakat, dimana masyarakat berkesempatan memberikan pengawasan terhadap pembangunan yang sedang berlangsung. Selain itu, motivasi untuk menjaga dan memelihara hasil-hasil pemban...

Stakeholder Relations (2) : Mengkategorikan Stakeholder Organisasi

Jakarta, 25 Juni 2014 (Ujang Rusdianto) - Siapa saja yang dapat dianggap sebagai stakeholder yang sah terhadap operasi perusahaan? Untuk menentukan siapa stakeholders perusahaan Anda, maka sebuah organisasi harus melakukan stakeholders mapping atau analisa stakeholders , atau sebagian menyebutnya pemetaan stakeholders.   Menurut Stakeholder Saliance Model , pengelompokan stakeholder dapat dilakukan berdasarkan tipe sesuai kemampuan mempengaruhi suatu organisasi berdasarkan power, legitimasi dan urgensi yang dimilikinya (Cornelison, 2009 : 50). Model ini sekaligus menunjukkan bahwa pengenalan stakeholder tidak sekedar menjawab pertanyaan siapa stekholder suatu isu tapi juga sifat hubungan stakeholder dengan issu, sikap, pandangan, dan pengaruh stakeholder itu. Legitimasi berkaitan dengan individu/kelompok yang dianggap sah dan berhubungan dengan organisasi. Power terkait kekuatan atau pengaruh yang dimiliki oleh individu/kelompok tersebut. Sedangkan urgency terkait i...

Lebih Dekat dengan Cinematography

Jakarta, 27 Juni 2014 (Ujang Rusdianto) - Membincang istilahnya, cinematography (sinematografi) terdiri dua frasa, yaitu “Cinema” berarti Gerak dan “Graphy” berarti menulis, dengan kata lain menulis dalam gerak (written in motion). Maka sinematografi dapat diartikan sebagai proses pengambilan ide, kata-kata, aksi, emosi, nada dan segala aspek non-verbal yang ditampilkan dalam bentuk visual. Didalam sinematografi terdapat tool of cinematografi. Apa saja? Untuk menjawab pertanyaan ini setidaknya ada enam tools, yaitu : Frame, Lens, Lights and Colour, Texture, Movement dan Point of View (POV). Pertama, frame. Framing merupakan pembagian adegan berdasarkan sudut pandang, posisi kamera, persepsi cerita yang ditampilkan dalam sebuah shoot. Kedua. Lens, merupakan bagaimana sebuah gambar mewakili sudut pandang mata. Ketiga, Lights and Colour. Merupakan penggunaan warna dan pencahayaan dalam sebuah pengambilan gambar. Keempat, Texture. Menampilkan detil dari sebuah shoot. Kelima, Mo...