Langsung ke konten utama

Cause Branding vs CSR Communication


Jakarta, 30 Oktober 2015 - Membincang Cause Branding terkait pemasaran kadang-kadang menjadi identik dengan komunikasi CSR. Meskipun brand dapat menjadi unsur komunikasi CSR, namun keduanya sebenarnya terpisah dan berbeda satu sama lain. 

Cause Branding misalnya, lebih mengacu pada strategi bisnis jangka pendek yang biasanya terdiri dari iklan yang menghubungkan masalah sosial atau lingkungan dengan nama merek perusahaan dan identitas suatu organisasi.
Kegiatan Cause Branding ini dimaksudkan untuk memperkuat atau meningkatkan citra perusahaan dengan menunjukkan dukungan perusahaan pada isu tertentu. Sebuah elemen penting dari kampanye Cause Branding yang efektif adalah untuk mengasosiasikan Cause Branding yang menghasilkan pelanggan dan yang konsisten dengan produk atau jasa perusahaan. 
Perusahaan yang terlibat dalam Cause Branding akan sering membentuk kemitraan dengan organisasi nirlaba terkait dengan masalah yang dipilih, baik itu masalah sosial, lingkungan dan lainnya.
Di sisi lain, Komunikasi CSR adalah proses perusahaan untuk menginformasikan para pemangku kepentingan dari komitmennya untuk tanggung jawab sosial yang sedang berlangsung perusahaan. Komunikasi CSR mempublikasikan sebuah dedikasi perusahaan untuk berfungsi atas dan di luar minimum regulasi pemerintah dan standar etika bisnis. Ini menyoroti praktik perusahaan yang memiliki dampak sosial atau lingkungan yang positif. 
Selanjutnya, sebuah rencana komunikasi CSR yang komprehensif mungkin termasuk strategi Cause Branding, tetapi sebenarnya, aspek ini lebih terpadu / terintegrasi dalam banyak praktik operasi bisnis. Sebuah rencana komunikasi CSR yang sukses umumnya melibatkan beberapa departemen, termasuk Human Resource, Corporate Communication, Marketing, Investor Relations, dan Internal Communication.  
Diakui, banyak perusahaan yang telah membentuk komite penasihat CSR dalam masing-masing departemen untuk memastikan nilai-nilai perusahaan akan benar benar tercermin dalam semua fungsi bisnis. Beberapa perusahaan bahkan telah menciptakan departemen sendiri dengan menyediakan sumber daya yang berpengalaman.
Lalu bagaimana dengan perusahaan yang masih menjadikan CSR sebagai pekerjaan bagi sumber daya yang memasuki Purnabakti? Lebih buruk lagi menyatukan aktivitas tanggung jawab sosial ke dalam aktivitas departemen marketing.

Postingan populer dari blog ini

Pemberdayaan Masyarakat dan Bias Program Pembangunan

Jakarta, 1 Juli 2014 (Ujang Rusdianto) - Bukan pembahasan baru, jika pemberdayaan masyarakat harus pula melibatkan masyarakat di dalamnya. Sudah seharusnya pula, bahwa pembangunan di berbagai bidang sekarang ini menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat. Hal ini merupakan upaya meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat sebagai objek dan subjek pembangunan. Harus kita akui, keberhasilan suatu program pembangunan baik ditingkat pusat maupun daerah tidak terlepas dari peran serta masyarakat, sebab peran serta masyarakat yang diabaikan dalam pembangunan, rentan dengan penyimpangan-penyimpangan terhadap tujuan dari pembangunan yaitu upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan dilibatkannya masyarakat dalam pembangunan diberbagai sektor, diharapkan akan kembali memberikan manfaat kepada masyarakat, dimana masyarakat berkesempatan memberikan pengawasan terhadap pembangunan yang sedang berlangsung. Selain itu, motivasi untuk menjaga dan memelihara hasil-hasil pemban...

Stakeholder Relations (2) : Mengkategorikan Stakeholder Organisasi

Jakarta, 25 Juni 2014 (Ujang Rusdianto) - Siapa saja yang dapat dianggap sebagai stakeholder yang sah terhadap operasi perusahaan? Untuk menentukan siapa stakeholders perusahaan Anda, maka sebuah organisasi harus melakukan stakeholders mapping atau analisa stakeholders , atau sebagian menyebutnya pemetaan stakeholders.   Menurut Stakeholder Saliance Model , pengelompokan stakeholder dapat dilakukan berdasarkan tipe sesuai kemampuan mempengaruhi suatu organisasi berdasarkan power, legitimasi dan urgensi yang dimilikinya (Cornelison, 2009 : 50). Model ini sekaligus menunjukkan bahwa pengenalan stakeholder tidak sekedar menjawab pertanyaan siapa stekholder suatu isu tapi juga sifat hubungan stakeholder dengan issu, sikap, pandangan, dan pengaruh stakeholder itu. Legitimasi berkaitan dengan individu/kelompok yang dianggap sah dan berhubungan dengan organisasi. Power terkait kekuatan atau pengaruh yang dimiliki oleh individu/kelompok tersebut. Sedangkan urgency terkait i...

Lebih Dekat dengan Cinematography

Jakarta, 27 Juni 2014 (Ujang Rusdianto) - Membincang istilahnya, cinematography (sinematografi) terdiri dua frasa, yaitu “Cinema” berarti Gerak dan “Graphy” berarti menulis, dengan kata lain menulis dalam gerak (written in motion). Maka sinematografi dapat diartikan sebagai proses pengambilan ide, kata-kata, aksi, emosi, nada dan segala aspek non-verbal yang ditampilkan dalam bentuk visual. Didalam sinematografi terdapat tool of cinematografi. Apa saja? Untuk menjawab pertanyaan ini setidaknya ada enam tools, yaitu : Frame, Lens, Lights and Colour, Texture, Movement dan Point of View (POV). Pertama, frame. Framing merupakan pembagian adegan berdasarkan sudut pandang, posisi kamera, persepsi cerita yang ditampilkan dalam sebuah shoot. Kedua. Lens, merupakan bagaimana sebuah gambar mewakili sudut pandang mata. Ketiga, Lights and Colour. Merupakan penggunaan warna dan pencahayaan dalam sebuah pengambilan gambar. Keempat, Texture. Menampilkan detil dari sebuah shoot. Kelima, Mo...