Langsung ke konten utama

Menerepong SDGs dalam Bidang Kesehatan

Indonesia harus belajar banyak dari Millenium Development Goals (MDGs). Lebih dari 15 tahun terakhir, delapan tujuan dan 60 target MDGs telah melahirkan perbaikan yang signifikan dalam pembangunan di tingkat nasional, regional dan global. MDGs telah mengajarkan Indonesia untuk memahami dan mengakomodasi multi dimensi yang melekat pada pembangunan. MDGs juga membantu membangun momentum gerakan anti-kemiskinan, yang merupakan salah satu gerakan global sepanjang sejarah.
Tidak berlebihan, jika menyebut MDGs juga sukses dalam membangun momentum untuk peningkatan kepedulian dan gerakan kesehatan balita, anak, remaja dan perempuan, membuat lebih banyak anak perempuan dapat bersekolah, mengentaskan kemiskinan lebih dari satu milyar orang di dunia dan mencegah kematian. Namun demikian, disamping tonggak keberhasilan tersebut, di beberapa daerah, ketidak setaraan dan penghambat pembangunan masih ada.

Sebagai tindak lanjut MDGs, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia akan mengarahkan pada kewajiban-kewajiban untuk melanjutkan dan memperluas keberhasilan MDGs. Mengamati inklusifitas dalam proses penyusunannya, SDGs diharapkan mempu membangun diatas pondasi yang sudah dibuat MDGs. Integrasi antar dimensi yang berbeda dari pembangunan berkelanjutan, tidak hanya terkait pencapaian target, namun juga penting dipastikan upaya bersama di tingkat nasional untuk memasukkan SDGs dalam agenda pembangunan nasional dari perencanaan sampai pelaksanaan.

Namun demikian, hal penting yang perlu diingat adalah SDGs tidak dapat dilaksanakan sendiri, tanpa dukungan semua pihak. Dalam pelaksanaannya diperlukan partisipasi aktif dari banyak pihak, pemerintah, LSM, sektor swasta, akademisi dan media. Implementasi SDGs harus dilaksanakan secara inklusif, sama seperti proses penyusunannya. Ada tiga elemen penting dalam pengarusutamaan pelaksanaannya yaitu kerangka kebijakan, struktur institusi dan keterlibatan masyarakat. Tiga hal tersebut harus senantiasa disinkronkan satu sama lain tandas Menkes.

Kedepan, dokumen SDGs akan diadopsi oleh negara-negara dalam Sidang PBB ke 70 minggu ini dengan judul Transformasi Dunia Kita: Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030. Di tingkat nasional, Indonesia memiliki Nawa Cita atau 9 agenda prioritas. Seperti SDGs, Nawa Cita juga diprioritaskan kepada yang berisiko tinggi. Kita perlu sadari bersama, bahwa Nawa Cita bisa berfungsi sebagai kendaraan untuk membawa SDGs menjadi nyata. Perencanaan yang terintegrasi di tingkat nasional, tidak hanya melibatkan kementerian teknis, tapi juga melibatkan lembaga perencanaan tingkat nasional sebagai penghubung perencanaan pembangunan nasional.


       

Postingan populer dari blog ini

Pemberdayaan Masyarakat dan Bias Program Pembangunan

Jakarta, 1 Juli 2014 (Ujang Rusdianto) - Bukan pembahasan baru, jika pemberdayaan masyarakat harus pula melibatkan masyarakat di dalamnya. Sudah seharusnya pula, bahwa pembangunan di berbagai bidang sekarang ini menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat. Hal ini merupakan upaya meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat sebagai objek dan subjek pembangunan. Harus kita akui, keberhasilan suatu program pembangunan baik ditingkat pusat maupun daerah tidak terlepas dari peran serta masyarakat, sebab peran serta masyarakat yang diabaikan dalam pembangunan, rentan dengan penyimpangan-penyimpangan terhadap tujuan dari pembangunan yaitu upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan dilibatkannya masyarakat dalam pembangunan diberbagai sektor, diharapkan akan kembali memberikan manfaat kepada masyarakat, dimana masyarakat berkesempatan memberikan pengawasan terhadap pembangunan yang sedang berlangsung. Selain itu, motivasi untuk menjaga dan memelihara hasil-hasil pemban...

Stakeholder Relations (2) : Mengkategorikan Stakeholder Organisasi

Jakarta, 25 Juni 2014 (Ujang Rusdianto) - Siapa saja yang dapat dianggap sebagai stakeholder yang sah terhadap operasi perusahaan? Untuk menentukan siapa stakeholders perusahaan Anda, maka sebuah organisasi harus melakukan stakeholders mapping atau analisa stakeholders , atau sebagian menyebutnya pemetaan stakeholders.   Menurut Stakeholder Saliance Model , pengelompokan stakeholder dapat dilakukan berdasarkan tipe sesuai kemampuan mempengaruhi suatu organisasi berdasarkan power, legitimasi dan urgensi yang dimilikinya (Cornelison, 2009 : 50). Model ini sekaligus menunjukkan bahwa pengenalan stakeholder tidak sekedar menjawab pertanyaan siapa stekholder suatu isu tapi juga sifat hubungan stakeholder dengan issu, sikap, pandangan, dan pengaruh stakeholder itu. Legitimasi berkaitan dengan individu/kelompok yang dianggap sah dan berhubungan dengan organisasi. Power terkait kekuatan atau pengaruh yang dimiliki oleh individu/kelompok tersebut. Sedangkan urgency terkait i...

Lebih Dekat dengan Cinematography

Jakarta, 27 Juni 2014 (Ujang Rusdianto) - Membincang istilahnya, cinematography (sinematografi) terdiri dua frasa, yaitu “Cinema” berarti Gerak dan “Graphy” berarti menulis, dengan kata lain menulis dalam gerak (written in motion). Maka sinematografi dapat diartikan sebagai proses pengambilan ide, kata-kata, aksi, emosi, nada dan segala aspek non-verbal yang ditampilkan dalam bentuk visual. Didalam sinematografi terdapat tool of cinematografi. Apa saja? Untuk menjawab pertanyaan ini setidaknya ada enam tools, yaitu : Frame, Lens, Lights and Colour, Texture, Movement dan Point of View (POV). Pertama, frame. Framing merupakan pembagian adegan berdasarkan sudut pandang, posisi kamera, persepsi cerita yang ditampilkan dalam sebuah shoot. Kedua. Lens, merupakan bagaimana sebuah gambar mewakili sudut pandang mata. Ketiga, Lights and Colour. Merupakan penggunaan warna dan pencahayaan dalam sebuah pengambilan gambar. Keempat, Texture. Menampilkan detil dari sebuah shoot. Kelima, Mo...