Langsung ke konten utama

Mengapa CSR di Regulasi?

Jakarta, 25 April 2014 (Ujang Rusdianto) - CSR di Indonesia telah diangkat kedalam suatu hukum positif yang memiliki konsekuensi secara yuridis dalam pelaksanaannya. Jika dikaitkan dengan peraturan perundang–undangan tentang Perseroan Terbatas, CSR di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 40 tahun 2007 yang merupakan revisi dari UU No. 1 Tahun 1995.

Penjelasan dalam Pasal 74 UU No. 40/2007 memuat unsur kewajiban bagi perseroan yang bergerak di bidang pengelolaan atau berkaitan dengan sumber daya alam, dianggarkan sebagai biaya yang dilakukan dengan memperhatikan aspek “kepatutan dan kewajaran” serta bagi pelanggarnya dikenai sanksi dan pengaturan lebih jauh akan dituangkan dalam suatu peraturan pemerintah.
Selanjutnya dalam upaya menjalankan amanat UU No. 40/2007, secara resmi pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas. Dalam Pasal 2 PP No 47/2012 dijelaskan bahwa setiap perusahaan sebagai subjek hukum mempunyai tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Ditetapkannya PP ini sekaligus mengakhiri spekulasi tentang besaran dana yang harus dikeluarkan perusahaan. Seperti dijelaskan dalam Pasal 5 PP No 47/2012, perseroan dalam menyusun dan menetapkan rencana kegiatan anggaran harus memperhatikan kepatuhan dan kewajaran. Sementara itu, realisasi anggaran dan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang dilakukan perseroan diperhitungkan sebagai biaya perseroan.
Selain peraturan perundang-undangan di atas, semangat meregulasi CSR di Indonesia sangatlah kuat. Hal ini tercermin dari adanya UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Peraturan Menteri Negara BUMN No. 4 tahun 2007. Seperti diketahui, CSR milik BUMN adalah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Selain itu Indonesia juga memiliki turunan dari UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU No. 32 tahun 2009).

Memaknai Regulasi CSR
Kesadaran bahwa ada wilayah Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan yang diatur oleh berbagai regulasi maupun yang diluar itu, adalah suatu kemajuan berpikir dari pemerintah. Meski para pengamat CSR masih beranggapan bahwa regulasi terkait CSR belum secara eksplisit menjelaskan secara keseluruhan, hanya menyebutkan sebagian saja.
Lebih jauh lagi, mencermati banyaknya regulasi yang mengatur CSR di Indonesia, setidaknya ada dua hal yang mendasari pemerintah mengambil kebijakan pengaturan CSR seperti dijelskan Daniri (2008) yaitu : Pertama, adalah keprihatinan pemerintah atas pratik korporasi yang mengabaikan aspek sosial lingkungan yang mengakibatkan kerugian di pihak masyarakat. Kedua, adalah sebagai wujud upaya entitas negara dalam penentuan standar aktivitas sosial lingkungan yang sesuai dengan konteks nasional maupun lokal. 
Sayangnya, regulasi formal yang dibuat oleh pemerintah ternyata tidak pernah cukup untuk menangani masalah yang timbul terkait sosial dan lingkungan. Dengan demikian, bagi perusahaan di Indonesia sangat penting disadari bahwa melaksanakan seluruh tuntutan regulasi yang berlaku di Indonesia tidak dapat dipandang telah ber-CSR. Jalal, dari Lingkar Studi CSR, mengungkapkan bahwa perusahaan yang hendak meraih posisi yang pantas di mata pemangku kepentingan memang harus bekerja keras untuk masuk ke dalam wilayah di mana bisnis mereka sudah sepenuhnya masuk ke dalam penciptaan nilai bersih positif bagi pemangku kepentingan (Majalah Bisnis & CSR, edisi 11-17 Juni 2012 : 67).

Postingan populer dari blog ini

Pemberdayaan Masyarakat dan Bias Program Pembangunan

Jakarta, 1 Juli 2014 (Ujang Rusdianto) - Bukan pembahasan baru, jika pemberdayaan masyarakat harus pula melibatkan masyarakat di dalamnya. Sudah seharusnya pula, bahwa pembangunan di berbagai bidang sekarang ini menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat. Hal ini merupakan upaya meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat sebagai objek dan subjek pembangunan. Harus kita akui, keberhasilan suatu program pembangunan baik ditingkat pusat maupun daerah tidak terlepas dari peran serta masyarakat, sebab peran serta masyarakat yang diabaikan dalam pembangunan, rentan dengan penyimpangan-penyimpangan terhadap tujuan dari pembangunan yaitu upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan dilibatkannya masyarakat dalam pembangunan diberbagai sektor, diharapkan akan kembali memberikan manfaat kepada masyarakat, dimana masyarakat berkesempatan memberikan pengawasan terhadap pembangunan yang sedang berlangsung. Selain itu, motivasi untuk menjaga dan memelihara hasil-hasil pemban...

Stakeholder Relations (2) : Mengkategorikan Stakeholder Organisasi

Jakarta, 25 Juni 2014 (Ujang Rusdianto) - Siapa saja yang dapat dianggap sebagai stakeholder yang sah terhadap operasi perusahaan? Untuk menentukan siapa stakeholders perusahaan Anda, maka sebuah organisasi harus melakukan stakeholders mapping atau analisa stakeholders , atau sebagian menyebutnya pemetaan stakeholders.   Menurut Stakeholder Saliance Model , pengelompokan stakeholder dapat dilakukan berdasarkan tipe sesuai kemampuan mempengaruhi suatu organisasi berdasarkan power, legitimasi dan urgensi yang dimilikinya (Cornelison, 2009 : 50). Model ini sekaligus menunjukkan bahwa pengenalan stakeholder tidak sekedar menjawab pertanyaan siapa stekholder suatu isu tapi juga sifat hubungan stakeholder dengan issu, sikap, pandangan, dan pengaruh stakeholder itu. Legitimasi berkaitan dengan individu/kelompok yang dianggap sah dan berhubungan dengan organisasi. Power terkait kekuatan atau pengaruh yang dimiliki oleh individu/kelompok tersebut. Sedangkan urgency terkait i...

Lebih Dekat dengan Cinematography

Jakarta, 27 Juni 2014 (Ujang Rusdianto) - Membincang istilahnya, cinematography (sinematografi) terdiri dua frasa, yaitu “Cinema” berarti Gerak dan “Graphy” berarti menulis, dengan kata lain menulis dalam gerak (written in motion). Maka sinematografi dapat diartikan sebagai proses pengambilan ide, kata-kata, aksi, emosi, nada dan segala aspek non-verbal yang ditampilkan dalam bentuk visual. Didalam sinematografi terdapat tool of cinematografi. Apa saja? Untuk menjawab pertanyaan ini setidaknya ada enam tools, yaitu : Frame, Lens, Lights and Colour, Texture, Movement dan Point of View (POV). Pertama, frame. Framing merupakan pembagian adegan berdasarkan sudut pandang, posisi kamera, persepsi cerita yang ditampilkan dalam sebuah shoot. Kedua. Lens, merupakan bagaimana sebuah gambar mewakili sudut pandang mata. Ketiga, Lights and Colour. Merupakan penggunaan warna dan pencahayaan dalam sebuah pengambilan gambar. Keempat, Texture. Menampilkan detil dari sebuah shoot. Kelima, Mo...