Jakarta, 24 April 2014 (Ujang Rusdianto) - Kebutuhan mendesak untuk pertumbuhan lapangan kerja adalah memacu tren
inovatif dan
inisiatif pelaksanaan CSR (Corporate Social Responsibility), sebagai
bentuk tanggung jawab organisasi pada stakeholder (pemangku
kepentingan).
Di negara-negara maju , inisiatif tanggung jawab sosial perusahaan ( CSR ) banyak berpusat pada isu-isu
seperti kelestarian lingkungan, alternatif energi, kesejahteraan sosial, pemberdayaan
masyarakat lokal dan lainnya. Dapat dikatakan, kegiatan ini telah banyak dilakukan perusahaan.
Meski kondisinya masih menimbulkan pertanyaan, bagaimanakan hasilnya dari
pelaksanaan CSR tersebut? Atau pertanyaan sebenarnya, apakah perusahaan sudah
memiliki komitmen untuk menjalankannya secara berkelanjutan? Jika tidak, ini
berarti hanya keinginan perusahaan untuk menarik sentimen konsumen yang kuat.
Itu
di negara maju – termasuk juga di Indonesia sebagai negara berkembang.
Bagaimana dengan di Timur Tengah dan Afrika Utara ( MENA ), CSR
menjadi sesuatu yang secara fundamental berbeda. Mengapa? Pelaksanaan CSR banyak ditujukan untuk
mengatasi tantangan sosial dan ekonomi yang menghambat
pembangunan, terutama terkait kurangnya lapangan pekerjaan.
Skala pengangguran sangat besar di wilayah
tersebut ( seperti di daerah-daerah berkembang lainnya dengan populasi muda ).
Menurut World Economic Forum (WEF), Timur Tengah harus menciptakan 75 juta
pekerjaan pada tahun 2020 - peningkatan 43 persen dari 2011. Kegagalan untuk mengatasi angka
pengangguran, khususnya angkatan muda, berpotensi menimbulkan kerusuhan sosial dan menurunnya pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, penciptaan lapangan
kerja yang kuat dan berkelanjutan akan melahirkan kegiatan ekonomi yang lebih kuat
dan stabilitas politik.
Namun, tanggung jawab untuk semua pertumbuhan lapangan pekerjaan ini memang seharusnya tidak hanya bergantung pada pemerintah. Dan
yang harus disadari, salah satu kelemahan struktural dari banyak
negara berkembang adalah kurangnya sektor swasta untuk mendorong perekonomian dan menyerap
tenaga kerja. Dalam konteks ini, sektor swasta dapat mendorong penciptaan
lapangan pekerjaan di sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Di Jerman dan Perancis, misalnya , UKM menyumbang 60 persen dan 61 persen
dari tenaga kerja angkatan muda. Bahkan, UKM memberikan kontribusi
dari setengah PDB.
Inovasi program di Timur Tengah
Belajar
dari negara-negara lain, pemerintah dan sektor swasta di Timur Tengah
semakin menyadari bahwa mereka memiliki kepentingan dalam membersihkan jalan
bagi penciptaan UKM, khususnya bagi angkatan kerja muda. Misalnya, Departemen Tenaga Kerja di Arab Saudi telah mengidentifikasi 36
inisiatif, tujuh di bawah pengembangan , sebagai bagian dari proyek "UKM
Ekosistem."
Inisiatif-inisiatif ini termasuk pemanfaatan
teknologi dan informasi yang menyediakan informasi mengenai
persyaratan untuk memulai usaha di industri yang berbeda, restrukturisasi
proses pendanaan UKM , dan mendorong terciptanya akselerator. Accelerators
adalah program jangka pendek yang melibatkan beberapa pendanaan,
pelatihan formal, dan akses ke para ahli dan mentor untuk membantu
mengembangkan ide-ide UKM. Dalam beberapa tahun terakhir, hampir
setengah pemerintah di kawasan MENA telah menerapkan reformasi regulasi yang
memudahkan untuk melakukan bisnis. Sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Dubai
Internet City dan Frost & Sullivan, misalnya, menyatakan bahwa 2005-2011,
jumlah startups di kawasan MENA tumbuh delapan kali lipat.