Jakarta,
26 April 2014 (Ujang Rusdianto) – Jika melihat konsepnya, motif dapat diartikan sebagai dorongan bertindak untuk
memenuhi suatu kebutuhan, dirasakan sebagai kemauan, keinginan, yang kemudian
terwujud dalam bentuk perilaku nyata (Kimble, et al, 1984).
Motif
Komunikasi CSR merupakan satu penggerak perusahaan untuk mengkomunikasikan
program CSR kepada pemangku kepentingan. Dengan kata lain, motif merupakan
proses untuk tercapainya suatu tujuan perusahaan dalam melaksanakan CSR. Oleh
karena itu, motif menjadi penting dalam setiap tindakan manusia.
Dalam
konteks Public Relations, relasi diantara praktisi Public Relations
dan publiknya adalah suatu tindakan sosial, dalam pengertian tindakan tersebut
merupakan suatu relasi yang di dalamnya ada kebersamaan dan keberbagian makna
yang saling dipertukarkan secara intersubjektif.
Tindakan
sosial diantara pasangan Public Relations dan publiknya akan senantiasa
berorientasi juga kepada hal-hal yang menyebabkannya melakukan sesuatu yang
diperjuangkannya melalui tindakan yang dipilihnya. Dengan pemahaman ini, maka
akan memiliki motif yang berorientasi masa depan atau masa lampau.
Dua Motif PR
Menurut
Schutz (1967; 86), terdapat dua macam motif yaitu : in order to motive
dan because motive. Praktisi PR yang mempunyai because motive
adalah mereka yang mempunyai motif melakukan kegiatan CSR karena kesadaran
moral dan mereka yang prihatin pada masalah penduduk sekitar yang masih banyak
membutuhkan bantuan materil. Praktisi public relations yang mempunyai in
order to motive adalah mereka yang mempunyai motif melakukan kegiatan CSR
karena mengikuti ketentuan pemerintah dan untuk membangun citra positif
perusahaan.
Lalu
bagaimana dengan motif Public Relations dalam mengkomunikasikan CSR? Jalal (2010) berpendapat, motif komunikasi CSR terdiri dari dua hal; Pertama,
adanya motif intrinsik, manakala CSR dipandang bersifat tulus. Kedua,
adanya motif ekstrinsik, manakala CSR kemudian dipandang sebagai cara untuk
meningkatkan keuntungan. Pemangku kepentingan lebih menghargai motif intrinsik
dibandingkan ekstrinsik. Namun, komunikasi CSR yang paling dihargai adalah
mengombinasikan kedua motif tersebut.
Hemat
penulis, dalam berbagai aspek, motif ekstrinsik dan
intrinsik ini saling berkaitan, sehingga dapat saja saling memperkuat atau
melemahkan. Adanya pemberian penghargaan (reward), atau adanya tekanan
sosial (social pressure) dapat memotivasi perusahaan untuk
mengkomunikasikan CSR secara lebih terbuka dan berinteraksi dengan para
pemangku kepentingan, begitu juga sebaliknya, dapat menimbulkan kehati-hatian
dan menimbulkan adanya ketidaktransparan dalam pengungkapan CSR.