Dinamika SDM dan IPTEK di Indonesia
Jakarta, 29 Juni 2014 (Ujang Rusdianto) - Pembangunan
ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), utamanya ditujukan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Bukan rahasia umum, jika
teknologi
merupakan salah satu faktor yang memberikan kontribusi signifikan dalam
peningkatan daya saing dan kualitas hidup suatu bangsa.
Iptek lebih lanjut, berupaya memecahkan
persoalan kekinian dan mengantisipasi masalah masa depan. Dengan adanya
permasalahan terkini di bidang pangan dan energi, pembangunan iptek juga
berupaya untuk menyediakan alternatif teknologi melalui penelitian. Sayangnya, pembangunan iptek masih terkendala oleh
berbagai permasalahan.
Pertama, tingkat kemampuan dan kapasitas kelembagaan iptek nasional yang masih
rendah. Ini sebabkan lemahnya kebijakan pengembangan teknologi
dalam memfasilitasi kebutuhan peningkatan produktivitas di samping masalah
institusi publik dan kondisi makro ekonomi.
Kedua, masih minimnya sumber daya iptek tercermin pula dari rendahnya kualitas SDM
di bidang iptek. Rasio tenaga peneliti Indonesia pada tahun 2002 adalah 5,0 peneliti per
10.000 penduduk, lebih kecil jika dibandingkan dengan Malaysia sebesar 8,0. Di
samping itu, belum terbentuk kompetensi inti yang bisa menjadi pusat unggulan
pembangunan iptek jangka panjang. Kecilnya anggaran iptek saat ini, berakibat pada
terbatasnya fasilitas riset, kurangnya biaya untuk operasi dan pemeliharaan,
serta rendahnya insentif untuk peneliti.
Ketiga, lemahnya peran iptek dalam sektor produksi nasional yang antara lain
ditunjukkan oleh kurangnya efisiensi dan rendahnya produktivitas, serta
minimnya kandungan teknologi dalam kegiatan ekspor. Indikator Iptek Indonesia
Tahun 2003 mengungkapkan, ekspor produk industri manufaktur pada tahun
2002 didominasi oleh produk dengan kandungan teknologi rendah yang mencapai 60
persen; sedangkan produk teknologi tinggi hanya mencapai 21 persen. Sementara
itu, produksi barang elektronik yang dewasa ini mengalami peningkatan ekspor,
pada umumnya merupakan kegiatan perakitan yang komponen impornya mencapai 90
persen.
Keempat, belum optimalnya mekanisme
intermediasi iptek yang menjembatani interaksi antara kapasitas penghasil iptek
dan kebutuhan pengguna. Hal ini dapat terlihat dari belum tertatanya
infrastruktur iptek, antara lain institusi yang mengolah dan menerjemahkan
hasil pengembangan iptek menjadi preskripsi teknologi yang siap pakai untuk
difungsikan dalam sistem produksi. Di samping itu, masalah tersebut dapat
dilihat dari belum efektifnya sistem komunikasi antara lembaga penelitian dan
pengembangan (litbang) dan pihak industri, yang antara lain berakibat pada minimnya
keberadaan industri kecil dan menengah berbasis teknologi.
Sementara itu, sinergi
kebijakan iptek dengan kebijakan pembangunan lainnya juga belum berjalan dengan
baik, sehingga kegiatan iptek belum dapat memberikan hasil yang signifikan.
Keadaan ini ditunjukkan dari belum terintegrasinya kebijakan bidang pendidikan,
industri, dan iptek sehingga mengakibatkan kapasitas yang tidak termanfaatkan
pada sisi penyedia, tidak berjalannya sistem transaksi, dan belum tumbuhnya
permintaan dari sisi pengguna, yaitu industri. Di samping itu, kebijakan fiskal
juga dirasakan belum kondusif bagi pengembangan kemampuan iptek.
Kejadian bencana tsunami
dan bencana alam lainnya yang menimbulkan banyak korban merupakan salah satu
indikasi masih lemahnya pemanfaatan iptek untuk mengantisipasi timbulnya
bencana alam. Wilayah Indonesia dalam konteks ilmu kebumian global merupakan
wilayah yang rawan bencana sehingga pembangunan Indonesia yang mampu
mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana merupakan suatu keharusan.
Untuk
mengatasi berbagai permasalahan di atas, kebijakan peningkatan kemampuan iptek harus lebih diarahkan untuk ; Meningkatkan fokus, kualitas, dan
kapasitas penelitian dan pengembangan iptek melalui penentuan bidang-bidang
unggulan: Pengembangan berbagai
skema insentif; Percepatan proses
difusi, pengembangan mekanisme intermediasi dan pemanfaatan iptek yang lebih
efektif; Penguatan kelembagaan
iptek dengan mendorong mobilitas peneliti, peningkatan kerja sama vertikal dan
horizontal, menciptakan sinergisme kebijakan dan keterpaduan program iptek
dengan sektor lainnya; dan Pemantapan sistem
nasional inovasi.
SDM dan teknologi adalah salah satu sektor yang
harus dibenahi. Pembenahan tersebut dinilai penting karena Indonesia telah
merdeka hampir selama 69 tahun lamanya. Lebih jauh, dengan adanya upaya ini, ke
depan Indonesia tidak hanya bisa menjadi tuan rumah di neger sendiri. Indonesia
harus dapat bersaing dengan bangsa lain.
Lain itu, yang
kiranya perlu kita sadari bersama, meski kemajuan teknologi sangat
diperlukan oleh manusia di era kemajuan sekarang, namun setidaknya tetap
memperhatikan kelangsunagn ekosistem dari lingkungan sekitar. Karna ketika
terjadinya kerusakan pada sebuah ekosistem, maka dapat menyebabkan suatu
organisme yang ada di lingkungan tersebut yang tidak mampu beradaptasi dengan
lingkungan sekitarnya akan dapat merusak kelangsungan rantai makanan dan dapat
berakibat dalam jangka panjang terhadap kepunahan suatu kelangsungan ekosistem.
Ketika suatu ekosistem terancam punah, akan dapat merusak kehidupan di bumi,
yang akhirnya akan mempengaruhi kehidupan makhluk bumi. (UR)