Jakarta, 28 Juni 2014 (Ujang Rusdianto) - Praktik CSR (Corporate Social Responsibility) yang berkembang sekarang ini,
masih didominasi oleh ekonomi konvensional. Meski semangat CSR di Indonesia
terus meningkat untuk mempromosikan sebagai perusahaan yang bertanggung jawab
dan berperilaku etis, CSR kemudian merosot menjadi program-program eksploitatif
yang terselubung. Tak jarang pula, CSR digunakan sebagai tools marketing.
Program-program
CSR idealnya menguntungkan kedua belah pihak – perusahaan dan penerima
manfaat. Sayangnya, sering kali hanya perusahaan yang menikmati manfaatnya. CSR hanya
topeng dibalik upaya perusahaan untuk meningkatkan keuntungan mereka. CSR yang
semula dimaksudkan untuk memberdayakan, justru berbalik arah memperdaya
masyarakat.
Membaca
apa yang diungkapkan Edi Soeharto, Ph.D (2010 : 97), praktik CSR sering kali
tidak memasukkan etika bisnis islam dalam bingkai ekonomi islam atau yang sering
disebut ekonomi islam. Manan (1982) memaknai ekonomi islam sebagai ilmu sosial
yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat dalam perspektif nilai-nilai
islam.
Etika bisnis
Islam sebenarnya telah diajarkan Nabi Saw. saat menjalankan perdagangan.
Karakteristik Nabi Saw., sebagai pedagang adalah, selain dedikasi dan
keuletannya juga memiliki sifat shidiq, fathanah, amanah dan tabligh. Ciri-ciri
itu masih ditambah Istiqamah.
Para pelaku
usaha dituntut mempunyai kesadaran mengenai etika dan moral, karena keduanya
merupakan kebutuhan yang harus dimiliki. Pelaku usaha atau perusahaan yang
ceroboh dan tidak menjaga etika, tidak akan berbisnis secara baik sehingga
dapat mengancam hubungan sosial dan merugikan konsumen, bahkan dirinya sendiri.
Mencapai Derajat Tertinggi
Secara
sederhana, CSR Islami dapat dimaknai sebagai bentuk tanggung jawab sosial
perusahaan berdasarkan nilai-nilai Islam. Praktik bisnis dalam kerangka CSR
Islami mencakup serangkaian kegiatan bisnis dalam berbagai bentuknya.
Menurut
Rivai (2009), meskipun tidak dibatasi jumlah kepemilikan barang, jasa serta
profitnya, namun cara-cara memperolehnya, pendayagunaan hartanya, dibatasi oleh
aturan halal – haram sesuai syariah.
Motif
dalam melaksanakan CSR Islami adalah mengedepankan kedermawanan dan ketulusan
hati. Rakhmat (2008 : 259-260) mengungkapkan, para pelaku CSR yang memiliki
sifat kedermawanan dan ketulusan hati tersebut digolongkan ke dalam orang-orang
atau kelompok yang telah mencapai derajat tertinggi.
Lalu
bagaimana bentuk program CSR nya? Pertama, Investasi Ziswaf (Zakat, Infaq, Sadaqah
dan Wakaf) yang peruntukannya disesuaikan dengan karakteristik penerima
manfaat. Kedua, sistem Qardhul Hassan, yakni program-program pemberian modal
yang diangsur tanpa penambahan apapun dan tujuannya untuk pemandirian usaha. Ketiga,
sistem bagi hasil, dapat diterapkan pada kelompok ekonomi yang bisa memberi
keuntungan, namun seluruh hasil tersebut tetap ditujukan untuk pemberdayaan
(Sadewo, 2008 : 90).