Jakarta, 28 Juni 2014 (Ujang Rusdianto) - Sudah menjadi adagium
bahwa upaya untuk memacu pertumbuhan ekonomi daerah harus dilakukan secara
terpadu dan sinergis. Dalam upaya membantu
meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat, pemerintah daerah dan kalangan
dunia usaha di Jawa Tengah juga membentuk Forum Corporate Social Responsibility (CSR) atau disebut Forum CSR-Kesos
Jateng.
Hingga Desember 2012,
setidaknya ada 21 perusahaan yang menjadi mitra Forum CSR CS-Kesos Jateng,
yaitu antara lain; PT. Bank Jateng, PT. Pertamina (Persero), PT. PLN (Persero); PT. Perkebunan Nusantara
IX (Persero), PT. Askes (Persero), PT. Sido Muncul dan lainnya.
Dibentuknya Forum
CSR-Kesos Jateng bertujuan mengkoordinasikan, memfasilitasi dan mensinergikan
potensi pelaku dunia usaha. Dimana program-program yang dilakukan kemudian di
fokuskan pada permasalahan sosial di Jawa Tengah, seperti masalah kesejahteraan
sosial dan kemiskinan. Melalui forum ini diharapkan kegiatan CSR perusahaan
bisa lebih optimal dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Kondisi Sosial dan
Lingkungan di Jateng
Berdasarkan data Dinas
Sosial Jateng, penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) pada 2011 sekitar
6 juta jiwa dari total penduduk 32,8 juta. Terdiri dari antara lain, kemiskinan
5,1 juta jiwa, keterlantaran 341.491 jiwa, kecacatan 239.859 Jiwa, ketunaan
78.020 jiwa, dan korban bencana 179,286 jiwa.
Kondisi yang semakin buruk
ini ditandai dengan banyaknya Pelaku tindakan Kriminal yang mengalami
peningkatan, lalu semakin banyak juga Pengemis Gelandangan Orang Terlantar
(PGOT) dan Anak Jalanan (Anjal) yang berada di setiap sudut kota.
Sementara itu, dengan
kepadatan penduduk yang tinggi mengakibatkan kompleksnya permasalahan
lingkungan yang terjadi dan melibatkan berbagai pihak: masyarakat, industri dan
pemerintah, hingga sampai ke wilayah pesisir. Kondisi ini bukan hanya mempunyai
dampak terhadap lingkungan fisik seperti hilangnya sumberdaya hutan, pencemaran
air dan udara, tetapi juga akan mempengaruhi keadaan ekonomi masyarakat.
Di
tahun 2007 saja, dari 95.000 hektar kawasan hutan bakau di Provinsi Jawa
Tengah, 61.000 hektar di antaranya masuk kategori rusak berat (Dinas Kehutanan
Jateng, 2007). Penyebab utamanya adalah alih fungsi lahan menjadi areal
industri, tambak, pertanian, serta permukiman. Terdapat 14 kabupaten/kota yang
kawasan hutan bakaunya masuk kategori rusak berat, yakni Kabupaten Cilacap,
Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Batang, Kendal, Demak, Jepara, Pati,
Rembang, serta Kota tegal, Pekalongan, dan Semarang. Dari 14 daerah tersebut,
kerusakan hutan bakau paling luas terjadi di Kabupaten Pati, yakni 17.000
hektar.
Di masa mendatang,
perencanaan kebijakan dan program pembangunan ekonomi memang harus dilandasi
oleh pemahaman yang lebih komprehensif. Pembangunan ekonomi daerah tidak lagi
semata-mata bersifat sectoral
approach, tetapi perlu diimbangi dengan pendekatan kawasan agar kesenjangan
dapat dikurangi. Sementara itu, pembangunan ekonomi daerah perlu menekankan
pada kerja sama dan sinergitas antardaerah dan antarpelaku, berupa komitmen
untuk bekerja sama secara sinergis dalam mengembangkan potensi lokal (local
based resources).