Langsung ke konten utama

Bekerja dengan “Hati” dan Pikiran yang Jernih

Tangerang, 6 Januari 2016 - Tahun 2015, saya cukup beruntung diberikan tugas dari sebuah Industri Pulp & Paper di Indonesia untuk mengelola Aktivitas CSR (Corporate Social Responsibility) mereka. Tentu ini memungkinkan saya untuk mempraktikkan sedikit pengetahuan yang saya miliki dan telah beberapa kali saya tulis dalam setiap publikasi. 

Namun memang mengaplikasikannya tak semudah membalikkan telapak tangan. Uniknya, keterbatasan sekaligus hambatan ini datang bukan dari teknis pelaksanaan atau minimnya pendanaan seperti yang banyak dijadikan “alasan” perusahaan yang ingin melepaskan tanggung jawab mereka, tetapi minimnya komitmen dan perhatian pada stekeholder yang relevan bagi organisasi.

Jangankan untuk membincang CSR Substansial – untuk mengaplikasikan CSR minimal saja rasanya bak “Api jauh dari panggang”. Tampaknya, panggilan sang pemimpin adalah tentang bagaimana perusahaannya dapat meraih lebih banyak penghargaan atas hal-hal hebat yang dilakukannya. Secara spesifik, mungkin beliau ingin tahu apakah saya memiliki “peluru perak.” Peluru perak saya, ternyata, adalah memutuskan untuk membagi benefit pada stakeholder dan perusahaan.

Perusahaan ini, sepertinya membiarkan praktik “banal” atau dangkal dalam mengaplikasikan CSR, dan merubah istilah CSR dari makna aslinya menjadi “Camuflase Social Response”. Tentu dari banyak program yang sudah dijalankan sebelumnya, hasilnya jelas, tidak ada integrasi. Kalaupun ada benefit, benefit bagi stakeholder hanya berorientasi jangka pendek, sementara benefit bagi perusahaan sangatlah besar.


Penting bagi semua perusahaan, mencoba berprestasi dengan melakukan hal baik, mengatur apa yang disebut sebagai “Tripple Bottom Line” dan berurusan dengan permintaan yang meningkat dari para antagonis dan kelompok penekan. Namun untuk menjalankannya, pelakunya tidak hanya harus di dasari knowledge yang baik, tetapi juga dipandu dengan “hati” dan pemikiran yang jernih.

Postingan populer dari blog ini

Pemberdayaan Masyarakat dan Bias Program Pembangunan

Jakarta, 1 Juli 2014 (Ujang Rusdianto) - Bukan pembahasan baru, jika pemberdayaan masyarakat harus pula melibatkan masyarakat di dalamnya. Sudah seharusnya pula, bahwa pembangunan di berbagai bidang sekarang ini menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat. Hal ini merupakan upaya meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat sebagai objek dan subjek pembangunan. Harus kita akui, keberhasilan suatu program pembangunan baik ditingkat pusat maupun daerah tidak terlepas dari peran serta masyarakat, sebab peran serta masyarakat yang diabaikan dalam pembangunan, rentan dengan penyimpangan-penyimpangan terhadap tujuan dari pembangunan yaitu upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan dilibatkannya masyarakat dalam pembangunan diberbagai sektor, diharapkan akan kembali memberikan manfaat kepada masyarakat, dimana masyarakat berkesempatan memberikan pengawasan terhadap pembangunan yang sedang berlangsung. Selain itu, motivasi untuk menjaga dan memelihara hasil-hasil pemban...

Stakeholder Relations (2) : Mengkategorikan Stakeholder Organisasi

Jakarta, 25 Juni 2014 (Ujang Rusdianto) - Siapa saja yang dapat dianggap sebagai stakeholder yang sah terhadap operasi perusahaan? Untuk menentukan siapa stakeholders perusahaan Anda, maka sebuah organisasi harus melakukan stakeholders mapping atau analisa stakeholders , atau sebagian menyebutnya pemetaan stakeholders.   Menurut Stakeholder Saliance Model , pengelompokan stakeholder dapat dilakukan berdasarkan tipe sesuai kemampuan mempengaruhi suatu organisasi berdasarkan power, legitimasi dan urgensi yang dimilikinya (Cornelison, 2009 : 50). Model ini sekaligus menunjukkan bahwa pengenalan stakeholder tidak sekedar menjawab pertanyaan siapa stekholder suatu isu tapi juga sifat hubungan stakeholder dengan issu, sikap, pandangan, dan pengaruh stakeholder itu. Legitimasi berkaitan dengan individu/kelompok yang dianggap sah dan berhubungan dengan organisasi. Power terkait kekuatan atau pengaruh yang dimiliki oleh individu/kelompok tersebut. Sedangkan urgency terkait i...

Lebih Dekat dengan Cinematography

Jakarta, 27 Juni 2014 (Ujang Rusdianto) - Membincang istilahnya, cinematography (sinematografi) terdiri dua frasa, yaitu “Cinema” berarti Gerak dan “Graphy” berarti menulis, dengan kata lain menulis dalam gerak (written in motion). Maka sinematografi dapat diartikan sebagai proses pengambilan ide, kata-kata, aksi, emosi, nada dan segala aspek non-verbal yang ditampilkan dalam bentuk visual. Didalam sinematografi terdapat tool of cinematografi. Apa saja? Untuk menjawab pertanyaan ini setidaknya ada enam tools, yaitu : Frame, Lens, Lights and Colour, Texture, Movement dan Point of View (POV). Pertama, frame. Framing merupakan pembagian adegan berdasarkan sudut pandang, posisi kamera, persepsi cerita yang ditampilkan dalam sebuah shoot. Kedua. Lens, merupakan bagaimana sebuah gambar mewakili sudut pandang mata. Ketiga, Lights and Colour. Merupakan penggunaan warna dan pencahayaan dalam sebuah pengambilan gambar. Keempat, Texture. Menampilkan detil dari sebuah shoot. Kelima, Mo...