Langsung ke konten utama

CSR; Antara Retorika dan Realita

Tangerang, 9 Januari 2016 – Mengingat banyaknya manfaat potensial yang CSR (Corporate Social Responsibility) dapat tawarkan – termasuk pada karyawan dan konsumen loyal, banyak perusahaan tidak hanya di Indonesia, bernafsu untuk memposisikan diri mereka bertanggung jawab.

Sayangnya, hasrat ini telah melahirkan suatu gelombang perusahaan yang menerompetkan tindakan-tindakan yang tidak selalu didukung oleh “isi”. Perusahaan yang salah dalam melakukan klaim atau memberikan sesumbar kosong; LSM yang waspada dan pengkritik korporat bisa menemukan ketidakuratan dari apa yang telah diungkapkan perusahaan.
Misalnya; Greenwashing. Sebuah istilah populer yang digunakan untuk menjelaskan tindakan menyesatkan konsumen berkaitan dengan praktik-praktik lingkungan dari sebuah perusahaan atau manfaat-manfaat lingkungan dari sebuah produk atau jasa.

Disinilah, didalam lingkungan penuh pengawasan dan sikap skeptis, perusahaan perlu bekerjakeras untuk menjembatani pemisahan antara retorika dan realita. Seperti yang pernah diungkapkan Natural Marketing Institute (NMI) bahwa “Masa depan gerakan hijau akan membutuhkan level baru dari kecanggihan dan kejelasan bersamaan dengan konsumen yang semakin jeli melihat antara perusahaan yang benar-benar jujur versus yang dipersepsikan hanya berpartisipasi untuk alasan-alasan dangkal.

Dengan dukungan media berbasis digital, memberikan penggiat lingkungan, LSM dan konsumen lebih memiliki akses pada korporat. Tekanan bisa jadi memuncak pada perusahaan untuk mengungkapkan secara proaktif elemen-elemen baik dan buruk dari operasi mereka. Alangkah lebih baik, jika kedepan perusahaan melihat diri mereka sendiri dengan kritis dan mengutip dimana CSR mereka dapat melakukan lebih baik lagi. Transparansi diri yang kritis seperti itu dapat membantu membangun kepercayaan dengan stakeholder.


Memposisikan diri sebagai sesuatu yang tidak luput dari kesalahan – danbertekad untuk melakukan lebih baik, pada perjalanannya dapat memenangkan hati konsumen – utamanya yang skeptis pada perusahaan dan dipersenjatai dengan pandangan-pandangan baru ke dalam praktik-praktik bisnis perusahaan melalui media, baik cetak maupun elektronik dan suara-suara LSM yang kritis. 

Postingan populer dari blog ini

Pemberdayaan Masyarakat dan Bias Program Pembangunan

Jakarta, 1 Juli 2014 (Ujang Rusdianto) - Bukan pembahasan baru, jika pemberdayaan masyarakat harus pula melibatkan masyarakat di dalamnya. Sudah seharusnya pula, bahwa pembangunan di berbagai bidang sekarang ini menitikberatkan pada pemberdayaan masyarakat. Hal ini merupakan upaya meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat sebagai objek dan subjek pembangunan. Harus kita akui, keberhasilan suatu program pembangunan baik ditingkat pusat maupun daerah tidak terlepas dari peran serta masyarakat, sebab peran serta masyarakat yang diabaikan dalam pembangunan, rentan dengan penyimpangan-penyimpangan terhadap tujuan dari pembangunan yaitu upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan dilibatkannya masyarakat dalam pembangunan diberbagai sektor, diharapkan akan kembali memberikan manfaat kepada masyarakat, dimana masyarakat berkesempatan memberikan pengawasan terhadap pembangunan yang sedang berlangsung. Selain itu, motivasi untuk menjaga dan memelihara hasil-hasil pemban...

Stakeholder Relations (2) : Mengkategorikan Stakeholder Organisasi

Jakarta, 25 Juni 2014 (Ujang Rusdianto) - Siapa saja yang dapat dianggap sebagai stakeholder yang sah terhadap operasi perusahaan? Untuk menentukan siapa stakeholders perusahaan Anda, maka sebuah organisasi harus melakukan stakeholders mapping atau analisa stakeholders , atau sebagian menyebutnya pemetaan stakeholders.   Menurut Stakeholder Saliance Model , pengelompokan stakeholder dapat dilakukan berdasarkan tipe sesuai kemampuan mempengaruhi suatu organisasi berdasarkan power, legitimasi dan urgensi yang dimilikinya (Cornelison, 2009 : 50). Model ini sekaligus menunjukkan bahwa pengenalan stakeholder tidak sekedar menjawab pertanyaan siapa stekholder suatu isu tapi juga sifat hubungan stakeholder dengan issu, sikap, pandangan, dan pengaruh stakeholder itu. Legitimasi berkaitan dengan individu/kelompok yang dianggap sah dan berhubungan dengan organisasi. Power terkait kekuatan atau pengaruh yang dimiliki oleh individu/kelompok tersebut. Sedangkan urgency terkait i...

Lebih Dekat dengan Cinematography

Jakarta, 27 Juni 2014 (Ujang Rusdianto) - Membincang istilahnya, cinematography (sinematografi) terdiri dua frasa, yaitu “Cinema” berarti Gerak dan “Graphy” berarti menulis, dengan kata lain menulis dalam gerak (written in motion). Maka sinematografi dapat diartikan sebagai proses pengambilan ide, kata-kata, aksi, emosi, nada dan segala aspek non-verbal yang ditampilkan dalam bentuk visual. Didalam sinematografi terdapat tool of cinematografi. Apa saja? Untuk menjawab pertanyaan ini setidaknya ada enam tools, yaitu : Frame, Lens, Lights and Colour, Texture, Movement dan Point of View (POV). Pertama, frame. Framing merupakan pembagian adegan berdasarkan sudut pandang, posisi kamera, persepsi cerita yang ditampilkan dalam sebuah shoot. Kedua. Lens, merupakan bagaimana sebuah gambar mewakili sudut pandang mata. Ketiga, Lights and Colour. Merupakan penggunaan warna dan pencahayaan dalam sebuah pengambilan gambar. Keempat, Texture. Menampilkan detil dari sebuah shoot. Kelima, Mo...