Tangerang, 23 Maret 2016 (Ujang Rusdianto) - Pendekatan komunikasi
yang berbeda saat ini, nampak telah banyak digunakan oleh PBB, perusahaan termasuk pemerintah dan organisasi
non-pemerintah untuk memenuhi tantangan pembangunan berkelanjutan dan SDGs
(Sustainable Development Goals).
Pendekatan tersebut bervariasi, mulai dari:
Perubahan Perilaku Komunikasi, Komunikasi untuk Pembangunan (atau Pengembangan
Komunikasi), Komunikasi untuk Perubahan Sosial, Edutainment (EE), Komunikasi
Kesehatan, TIK untuk pembangunan, Informasi, Pendidikan dan Komunikasi (IEC),
Pengembangan jaringan dan dokumentasi, Pemasaran sosial, Mobilisasi Sosial,
Komunikasi Strategis, dan Komunikasi Partisipasi.
Menariknya, kini muncul
istilah baru dan mulai banyak diperbincangkan, yaitu Komunikasi Pembangunan
Berkelanjutan (KPB). Jika membincang konsepnya di awal, Komunikasi Pembangunan
Berkelanjutan adalah suatu proses saling mengerti dan memahami antara
pemerintah dan warga negaranya menuju suatu masyarakat yang terjamin masa
depannya (sustainable society), dimana nilai-nilai dan norma-norma
keadilan dijunjung tinggi.
Dalam konteks bisnis, Komunikasi
Pembangunan Berkelanjutan dapat dipahami sebagai suatu proses komunikasi yang
dilakukan perusahaan pada stakeholder (pemangku kepentingan) untuk menciptakan
kesamaan makna terkait pembangunan dan terciptanya hubungan yang berkelanjutan.
Yang penting disadari, proses saling mengerti dan memahami tersebut terjadi pada berbagai level dan konteks dalam
suatu negara; baik antar individu, antara individu dan institusi, antar institusi
dan di dalam institusi itu sendiri, di sekolah dan perguruan tinggi, di media
massa, di panggung politik, di dunia bisnis, pada skala komunal, regional,
nasional sampai internasional. Singkatnya, Komunikasi Pembangunan
Berkelanjutan sangatlah bergantung pada berbagai macam faktor yang membuatnya
menjadi tidak sederhana dan kadang sangat
sulit mencapai efektifitasnya.
Sudut Pandang Keilmuan
Komunikasi Pembangunan
Berkelanjutan dari sudut pandang ilmu komunikasi, tentu tidak hanya dimengerti
sebagai suatu proses penyampaian informasi dari pengirim ke penerima
(komunikasi satu arah/asimetris), lebih dari itu, harus pula dipahami sebagai proses
dialog mutual dan berimbang antara pembicara satu dengan lainnya yang
tujuannya untuk mencapai suatu kesepahaman persepsi (komunikasi dua arah/simetris).
Dalam hal ini bahasa, nilai dan norma antara 2 aktor dalam proses komunikasi
tersebut memainkan peran yang penting dalam menentukan efektifitas komunikasi
agar tercapai suatu keadaan yang saling mengerti dan memahami antara keduanya.
Dari sudut pandang Ilmu Psikologi
- teori Konstruktivismus, Komunikasi Pembangunan Berkelanjutan kemudian dipandang
sebagai suatu bidang ilmu yang dapat dipahami apabila seseorang mempelajarinya
sendiri, dengan kemaua dan inisiatif sendiri. Dari perspektif Konstruktivismus,
pengetahuan seseorang mengenai pembangunan berkelanjutan tidak dapat diperoleh
dari hasil pengajaran (atau melalui
informasi yang disampaikan kepadanya). Pembangunan Berkelanjutan hanya
dapat dimengerti seseorang dari hasil belajar dan pengalamannya sendiri.
Sedangkan jika dipandang
dari Ilmu Sosiologi, tema aktualisasi diri atas gaya hidup adalah yang paling
sering dikaitkan dengan Komunikasi Pembangunan Berkelanjutan. Gaya hidup
masyarakat yang ditandai dengan pola konsumsi dapat menjadi indikator
keberhasilan KPB dari pemerintah. Melalui KPB, pola atau gaya hidup masyarakat
berusaha diarahkan seefisien dan seefektif mungkin agar eksploitasi sumber daya
alam dapat dikendalikan.