Jakarta, 9 Oktober 2014
(Ujang Rusdianto) - Dengan harga produk komoditi kelapa sawit (minyak
sawit) yang
tinggi, petani kebun kelapa sawit tentunya menghendaki tanaman
kelapa sawitnya tetap pada kondisi panen yang maksimum agar hasil penjualan Tandan Buah Segar (TBS) mereka dapat mendatangkan penghasilan yang cukup tinggi.
Memang secara
alami, produksi tanaman kelapa sawit akan terus meningkat ditopang pula
dengan penerapan kultur teknis yang optimal sampai pada kondisi umur tertentu, produksi akan mencapai
puncaknya, dan kemudian akan terus menurun pada akhirnya saat umur tanaman sudah tua (tidak produktif), produksi tanaman akan menurun tajam bahkan
tidak berproduksi sama sekali.
Dalam kondisi seperti ini para petani pekebun kelapa sawit akan
mengalami masa suram apabila kebun
kelapa sawit mereka tidak segera di remajakan (replanting). Jadi pada prinsip dasarnya kepentingan bagi petani pekebun untuk melakukan replanting
(peremajaan) tanaman Kelapa sawit adalah sebagian tanaman sudah berumur tua, produktivitasnya
menurun, kegiatan panen akan terhambat (sulit), biaya produksi tidak
seimbang dengan pendapatan dan pendapatan semakin menurun.
Di Riau
misalnya, sebanyak 142 ribu hektar kebun sawit perlu dilakukan replanting, 5
ribu hektar akan dilakukan pengembangan perkebunan sawit. Namun semuanya itu
belum bisa mendapatkan dana revitalisasi dari perbankan. Terlepas dari masalah
ini, ada masalah lain yang perlu menjadi catatan pemerintah daerah, utamanya
yang di daerah-daerah yang masyarakatnya adalah petani kelapa sawit.
Pemerintah daerah perlu lebih giat dalam mensosialisasikan dan
memberikan pelatihan pada masyarakat, baik sebelum maupun pasca di lakukan replanting
(peremajaan) tanaman kelapa sawit terkait misalnya, kapan saatnya harus melakukan peremajaan? Bagaimana
dampak replanting dan cara mengatasinya? Apa saja persyaratan bahan tanaman? Maupun
pemanfaatan teknologi dan usaha strategis lainnya untuk membantu perekonomian
masyarakat.