Dewasa ini, muncul kesadaran bahwa
peran public relations sangat strategis bagi perusahaan, lembaga pemerintah,
organisasi dan tokoh (pemimpin politik/artis/pejabat dsb). Pada banyak kasus,
terbukti kerja-kerja PR sangat menentukan maju-mundurnya pendapatan perusahaan,
menentukan sejauhmana pemerintah mendapat dukungan masyarakat dan DPR/DPRD
sehingga dapat bekerja melayani masyarakat lebih baik dengan kinerja
pembangunan dan pelayanan administrasi pemerintahan. Selain itu, juga
menentukan tingkat popularitas seorang pemimpin politik yang berujung pada
iklim pembangunan yang sinergi dan penyelenggaraan pemerintahan yang efektif.
Lebih dari itu, sewaktu-waktu peran PR justru
dianggap paling penting di atas unit-unit atau departemen lain, terutama ketika
perusahaan, lembaga pemerintah, organisasi atau seorang tokoh mengalami krisis
citra, suatu keadaan di mana tingkat kepercayaan masyarakat/konsumen terpuruk
drastis dikarenakan sebuah kejadian/peristiwa yang tidak diinginkan.
Misalnya, ketika sebuah hotel diberitakan negatif
oleh media massa dikarenakan seorang tokoh pemimpin daerah ditangkap polisi di
hotel tersebut saat pesta narkoba, atau ketika seorang gubernur kehilangan
dukungan politik dari DPRD dikarenakan krisis politik perebutan jabatan para
elit daerah, atau ketika seorang presiden diberitakan memiliki anak di luar
nikah dan diketahui publik setelah anaknya sudah berusia 15 tahun.
Dalam kondisi krisis citra seperti ini,
profesional PR berperan strategis mengelola isu yang berkembang. Memang tidak
seorangpun, termasuk profesional PR mampu merubah atau mengendalikan kejadian
yang menimpa klien, tetapi melalui pikiran jernih, tanggapan positif atas
setiap peristiwa negatif dan berbagai pendekatan penanganan krisis citra,
profesional PR dapat membantu memulihkan kepercayaan publik kepada klien.
Krisis ekonomi 1997 cukup menjadi catatan sejarah
dan contoh pengalaman betapa kerja-kerja PR sangat menentukan dalam memulihkan
kepercayaan konsumen pada perusahaan yang mengalami krisis citra. Dalam tempo
beberapa tahun kemudian perusahaan bangkit dengan kinerja keuangan yang
meningkat signifikan.
Ketika itu kebebasan pers baru digulirkan, media
berubah menjadi kekuatan yang amat kritis dan independen, banyak perusahaan
yang pada masa orde baru dibangun dengan pengaruh korupsi, kolusi dan nepotisme
melalui pendekatan kekuasaan tiba-tiba bertumbangan setelah rentetan
pemberitaan media yang membuat citra perusahaan terjun bebas dan berujung pada
PHK massal karyawan, berlanjut dengan pengusutan keterkaitan perusahaan
tersebut dengan korupsi penggunaan dana APBN. Tidak sedikit perusahaan yang
tumbang, tetapi ada juga sebagian perusahaan yang berhasil melalui masa krisis
berkat kontribusi peran profesional PR.
Meski demikian, sayangnya, belum banyak perusahaan
yang menempatkan kedudukan PR sebagai struktur resmi perusahaan dan baru
sebagian tokoh nasional yang menempatkan kerja PR sebagai staf khusus. Jadi,
profesional PR kebanyakan dipakai hanya pada saat krisis terjadi. Padahal,
pengelolaan citra adalah proses bekerkelanjutan, berdimensi jangka pendek dan
panjang.
Posisi PR Manager dalam struktur manajemen
perusahaan dan manajemen pribadi tokoh sangat berpengaruh terhadap pengelolaan
informasi dan opini publik, serta kemampuan mencermati dinamika yang berkembang
untuk mencegah terjadinya krisis citra.
Dalam manajemen perusahaan, posisinya yang jauh
dari direksi, hanya sub bagian dari departemen membuat profesional PR tidak
leluasa mengelola informasi dan menyampaikan kepada publik melalui media massa.
Ini bisa berdampak buruk, karena keterbatasan informasi, wartawan mengorek
informasi dari sumber alternatif yang justru tidak diinginkan perusahaan karena
berpeluang kontraproduktif, membuat krisis citra kian berkepanjangan.
Intinya, kedudukan profesional PR dalam struktur
manajemen perusahaan dan manajemen pribadi tokoh yang rendah membuat
wewenangnya terbatas. Birokrasi yang panjang dapat menghambat kinerja
profesional PR dalam mengambil keputusan strategis baik untuk mencegah
terjadinya krisis citra maupun untuk menangani informasi ketika krisis citra terjadi.
Idealnya, profesional PR ditempatkan dalam struktur manajemen yang memungkinkan
berhubungan langsung dengan klien utama (pucuk pimpinan perusahaan atau tokoh
atau pimpinan pemerintah atau pimpinan organisasi) setiap hari.
Ikuti agenda training terdekat-nya ;