Jakarta, 18 Juni 2014
(Ujang Rusdianto) - Perjalanan otonomi daerah di
Indonesia tentunya tidak terlepas dari perjalanan tatanan kehidupan berdemokrasi
di tanah air. Tak heran, dalam perjalanannya penerapan otonomi daerah tidak
pernah sepi dari dinamika yang menyertainya. Sejak diberlakukan tahun 2001,
semenjak itu pula berbagai dinamika otonomi daerah kemudian muncul dan
berkembang.
Pelaksanaan otonomi Daerah di beberapa daerah di Indonesia masih menemui sejumlah permasalahan penting. Permasalahan itu meliputi permasalahan kewenangan, pembiayaan, kelembagaan, personil/pegawai, tumpang tindihnya fungsi dan kewenangan antarlembaga dan lainnya. Semua permasalahan dianggap menjadi faktor penghambat penyelenggaraan otonomi daerah. Akhirnya, menjadikan pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia belum dapat berjalan dengan optimal.
Pelaksanaan Otonomi Daerah
di Indonesia telah memberikan dampak, baik dampak positif maupun negatif.
Melihat dampak positifnya, setidaknya telah ada upaya yang telah ditunjukkan
pemerintah daerah dalam memajukan dan meningkatkan pembangunan daerah
masing-masing. Kota Surakarta misalnya, termasuk salah satu kota yang sering
mendapatkan penghargaan atas kreativitas dan inovasi penyelenggaraan governance,
antara lain dilakukan dengan mengembangkan
manajemen city branding. Pemkot Surakarta juga menyajikan
bagaimana kreativitas manajemen dalam mengelola potensi ekonomi lokal melalui
upaya pengembangan kemitraan antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha.
Dalam pengelolaan
lingkungan, sebagai upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, Kota Blitar
membentuk Kampung Perubahan Iklim. Untuk mewujudkan Green City (Kota Hijau), Pemerintah Kota Blitar mengambil beberapa
langkah, seperti mengolah air secara efektif. Beberapa diantaranya pengelolaan
limbah dengan prinsip 3R (Reduce, Reuse,
Recycle), menerapkan bangunan hemat energi, penerapan sistem transportasi
yang berkelanjutan untuk mengurangi kemacetan dan peningkatan peran masyarakat
sebagai komunitas hijau.
Lain itu, dari Kabupaten
Aceh Jaya, dalam upaya pengelolaan penyediaan Air Bersih, Badan Layanan Umum
Daerah (BLUD) kemudian didesain sebagai Satuan Kerja Perangkat Daerah di
lingkungan pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat berupa Penyediaan Air Minum yang dijual tanpa mengutamakan mencari
keuntungan.
Terkait pengelolaan dan
pemberdayaan sumber daya alam berbasis pelestarian lingkungan hidup dan agroforestry yang berkelanjutan,
Kabupaten Kutai Barat telah menunjukkan komitmennya dengan melakukan konservasi
sumber daya hutan, rehabilitasi hutan dan lahan, penghijauan jalan utama,
penghijauan hutan kota, kehutanan daerah dan perkebunan karet. Lebih spesifik,
untuk konservasi hutan diantaranya adalah melindungi Anggrek Hitam.
Pada bidang pendidikan,
langkah Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, untuk meningkatkan kualitas
pendidikan terbilang tidak biasa dan mungkin tidak pernah terpikir oleh
siapapun sebelumnya. Kebijakan penguatan insentif, dilakukan dengan menghadiahkan kunjungan belajar ke luar
negeri kepada guru Bahasa Inggris dan kepala sekolah teladan. Lain itu, adanya
kebijakan pemda yang membatasi jumlah murid perkelas menjadi 30 murid,
mengedepankan disiplin, dan memperbaiki mutu pengajaran.
Sementara itu pada bidang
kesehatan, Kabupaten Jembrana, Bali, merupakan salah satu pioner dalam
memberikan jaminan kesehatan (Jaminan Kesehatan Jembrana) kepada warganya.
Dengan program ini praktik dokter akan bersaing langsung dengan Puskesmas dan
rumah sakit pemerintah dalam menyediakan layanan kesehatan dasar. Setiap
Keluarga diberikan kartu JKJ yang dapat dipergunakan untuk setiap anggota
keluarga dalam mendapatkan layanan kesehatan baik di Puskesmas, Rumah Sakit
Pemerintah, dan Praktek Dokter. (UR)