Pentingnya Strategi Hubungan dengan Stakeholder

Ujang Rusdianto, Jakarta (02/02/2014). Ada beberapa hal yang harus diperhatikan perusahaan dalam melakukan kegiatan bisnis agar tujuan utama berupa keuntungan yang maksimal yang ingin diraih, dapat terpenuhi sesuai target yang ditentukan. Bagaimanapun, kegiatan perusahaan melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak kelompok orang yang dikenal sebagai stakeholders (pemangku kepentingan). Stakeholders inilah yang pada dasarnya menjadi cakupan lingkungan perusahaan secara sederhana.

Sebagai Prasyarat Dasar
     Menurut Ronald W. Clement (2005), dalam implementasi CSR, strategi hubungan dengan stakeholder merupakan prasyarat dasar, dengan alasan sebagai berikut; Pertama, perusahaan (kini) menghadapi peningkatan tekanan untuk memberi respon pada stakeholder mereka. Kedua, perusahaan memiliki basis hukum untuk menyikapi/ berhubungan dengan stakeholder dalam cakupan luas. Ketiga, perusahaan dipimpin oleh para eksekutif, tidak lagi dipandu prinsip-prinsip profesi mereka. Keempat, perusahaan perlu memberi respon yang tepat dan memadai pada “powerful stakeholders with legitimate, urgent claims”. Kelima, perusahaan dapat memperbaiki kinerja dasar mereka hanya dengan melakukan hubungan dengan stakeholder secara strategis.
      Sementara itu, masalah-masalah potensial akan dihadapi oleh perusahaan jika tidak memiliki strategi hubungan yang tepat dengan stakeholder, yaitu antara lain: Rentan terhadap tuntutan tak terduga, tak terantisipasi dari stakeholder; Rentan menghadapi konflik kepentingan; Gangguan terhadap kegiatan operasional; Program CD/CSR perusahaan tidak efektif; Kinerja sosial akan dinilai rendah; dan Penghentian kegiatan operasional atau tidak memeroleh social license to operate (Pamudi Wibowo, 2008).

CSR sebagai Komitmen Berkelanjutan
       Dengan demikian, CSR perlu mendapat perhatian yang serius karena merupakan bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap stakeholder. CSR merupakan wujud kesadaran perusahaan sebagai upaya meningkatkan hubungannya dengan masyarakat dan lingkungannya. Oleh karena itu keduanya bukanlah dua entitas yang harus saling menegaskan atau dua entitas yang saling mengeksploitasi. Keberlanjutan perusahaan akan terjamin apabila perusahaan memperhatikan kedua dimensi ini, selain juga dimensi ekonomi.
      Terlebih lagi, setiap perusahaan saat ini melaksanakan kegiatannya dalam lingkungan yang mengalami perubahan terus menerus. Lingkungan bisnis telah berubah. Tidak ada lagi terminologi stabilitas dalam lingkungan bisnis global dewasa ini, yang terbentang luas saat ini hanyalah stabilitas yang bersifat semu yang harus disikapi secara kritis oleh perusahaan. 
      Secara umum lingkungan perusahaan dapat mencakup dua hal, yaitu lingkungan pasar (market environment) dan lingkungan bukan pasar (non-market environment). Lingkungan pasar dicirikan oleh struktur pasar dan pola persaingan antara para pelaku pasar, sedangkan lingkungan bukan pasar yaitu semua faktor legal/pemerintah, politik, sosial, demografi dan lain-lain dicirikan oleh isu-isu yang berkembang, interest perusahaan terhadap isu-isu tersebut, institusi yang terkait dengan setiap isu dan informasi yang tersedia untuk penanganan isu (Sinulingga, 2010: iii).
       Lingkungan bisnis telah dan sedang mengalami perubahan signifikan. Perubahan tersebut diperkirakan akan semakin kompleks dan sulit untuk diprediksi. Sebagaimana diungkapkan Kismono (1999), bahwa lingkungan bisnis (akan) semakin turbulen. Karena sifat yang saling mempengaruhi antara perusahaan dengan lingkungan maka pemahaman terhadap perubahan lingkungan serta kecenderungannya sangat membantu manajemen perusahaan dalam menetapkan strategi dan kebijakan yang tepat untuk mencapai tujuan dan sasaran perusahaan.

Translate

More

Search This Blog

Ujang Rusdianto

Ujang Rusdianto
Consultant / Trainer / Public Speaker / Lecturer UMN / Owner Kasa 1 Indonesia

Kontak

Riveira Village
Jl. Riveira Barat No. 27
Tangerang, Banten
Telp : (021) 2222 8658
Mobile : 0878-3855-1988 (Whatsaap)
0821-1376-0538