Corak dan Karakteristik Program CSR, Cari tahu Yuk

Jakarta, 16 Februari 2015 - Kencenderungan peningkatan alokasi pendanaan CSR perusahaan BUMN, swasta nasional, dan asing serta faktor­faktor yang mempengaruhinya juga menentukan bagaimana corak dan karakterisktik program CSR yang mereka jalankan.

Hasil kajian oleh Tim HIVOS, lembaga kerjasama pembangunan Belanda, bersama dengan IBCSD (Indonesia Business Council for Sustainable Development) dan Yayasan Penabulu, corak CSR juga ditentukan oleh status perusahaan. Status perusahaan akan menentukan kewajiban tertentu dan peluang yang tersedia untuk mengembangkan bentuk­bentuk CSR yang dijalankan, sebagai berikut:

Pertama, Perusahaan BUMN, lebih cenderung mengacu pada kewajiban utama mereka untuk memenuhi regulasi pemerintah dalam hal prosentase alokasi dana untuk PKBL. Selain itu perusahaan peme­ rintah tunduk pada aturan adminstrasi dan manajemen BUMN yang diatur perundangan, sehingga corak CSR yang mereka jalankan cenderung seragam secara umum. Namun demikian perkem­ bangan berbagai standar keberlanjutan dan tanggung jawab sosial, serta tumbuhnya isu baru seperti perubahan iklim telah mendorong perusahaan BUMN untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mengem­ bangkan program­program CSR.

Kedua, Perusahaan Swasta Nasional, lebih cenderung menempatkan CSR sebagai bagian license to operate, yaitu sebagai syarat sosial dalam menjalankan operasi perusahaan. Perusahan swasta nasional melihat CSR lebih fungsional untuk mendukung operasi perusahaan, peningkatan reputasi dan pelibatan masyarakat sekitar lingkar per­ usahaan. Corak CSR mereka lebih banyak disesuaikan dengan kebu­ tuhan perusahaan dan konteks lokal tersebut.

Ketiga, Perusahaan Swasta Asing, lebih cenderung mengikuti standar dan panduan social responsibility dari perusahaan induk yang ada di negara asal. Jejaring lintas negara yang mereka miliki membuat perusahaan asing memiliki cakrawala lebih luas dalam mengembangkan corak dan pendekatan CSR mereka.

Karakteristik Program CSR
Selain itu karakteristik program CSR dipengaruhi oleh karakteristik dari operasi perusahaan. Proses produksi dan produk yang dihasilkan, akan menentukan karakteristik CSR yang dikembangkan, seperti yang dijelaskan sebagai berikut:

Perusahaan industri ekstraktif, seperti pertambangan, minyak dan gas lebih menekankan bagaimana CSR juga menjadi bagian dari upaya untuk mengelola stakeholder di sekitar perusahaan. Perusahaan pertambangan menempatkan CSR sebagai sarana dalam miti gasi konflik sosial sekitar perusahaan. Perusahaan jenis ini juga sering disorot karena dampak operasinya terhadap lingkungan, sehingga CSR juga menjadi sarana untuk memperlihatkan kepedulian lingkungan mereka kepada publik. Fokus CSR dari perusahaan jenis ini adalah pada pengembangan layanan kebutuhan dasar, pembangunan infrastruktur, program­program ekonomi, kesehatan dan pengentasan kemiskinan, serta mendukung berbagai program untuk pelestarian lingkungan.

Perusahaan pertanian, kehutanan dan perkebunan, lebih menekankan pengelolaan relasi sosial dengan masyarakat desa terutama pada petani dan kelompok­kelompok sosial strategis yang mendukung usaha perkebunan/pertanian/kehutanan mereka. Perusahaan jenis ini sering mengalami kasus­kasus sengketa pertanahan dan tenurial dengan masyarakat lokal. Upaya untuk mendekati para tokoh adat dan pimpinan masyarakat sering menjadi bagian dari program CSR mereka. Fokus CSR dari perusahaan jenis ini adalah layanan kebutuhan dasar, program­program ekonomi, kesehatan dan peng­ entasan kemiskinan terutama terkait dengan pertanian, pemba­ ngun an infrastruktur dan pengembangan budaya lokal.

Perusahaan produsen pangan, kosmetika dan farmasi, lebih melekatkan CSR sebagai bagian dalam kepentingan promosi produk mereka. Perusahaan jenis ini melihat masyarakat juga sekaligus konsumen mereka, sehingga CSR seringkali terintegrasi dalam rantai pasar produk mereka. CSR dari perusahaan jenis ini lebih memiliki keunikan sesuai dengan keragaman produk yang mereka kembangkan, misalnya perusahaan susu formula akan lebih meng­ arahkan CSR mereka untuk isu kesehatan ibu dan anak, produsen pangan olahan akan melihat pentingnya pemberdayaan petani yang mensuplai bahan mentah kepada mereka, sementara perusahaan minuman melihat pentingnya pedagang kaki lima yang membantu perguliran bisnis mereka.

Perusahaan perbankan, menekankan program sesuai dengan kompetensi mereka dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat misalnya melalui pemberian kredit murah kepada kelompok­kelompok masyarakat. Oleh karena tidak terkait langsung dengan masyarakat sekitar, perusahan jenis ini sering kali lebih leluasa dalam mengembangkan program­program yang kreatif kepada masyarakat luas, dan cakupan bentuk­bentuk CSR yang dikembangkan lebih fleksi­ bel dan akomodatif terhadap ide­ide dari luar yang memungkinkan pengembangan program CSR yang unik dan spesifik.

Perusahaan transportasi, sangat tergantung tipologi transportasinya, apakah transportasi darat atau perusahaaan penerbangan. Per usahaan transportasi darat lebih banyak memberikan perhatian kepada keluarga karyawan mereka, selain masyarakat sekitar lokasi mereka. Perusahaan transportasi udara lebih fleksibel dan akomo­ datif terhadap ragam jenis program dan ide­ide dari luar yang memungkinkan pengembangan program CSR yang unik dan spesifik.

Perusahaan teknologi informasi dan komunikasi, melihat keter­ kaitan produk mereka dengan segmen tertentu dari konsumen mereka. Mereka lebih cenderung melihat pentingnya sponsorship untuk event-event yang melibatkan pengguna produk mereka.

Sementara itu, beberapa jenis perusahaan dalam jumlah kecil ditemukan dalam riset ini seperti perusahaan pariwisata, jasa konstruksi dan jasa konsultan belum ditemukan pola baku yang bisa dianalisis dalam pengembangan program­program CSR mereka.

Baca Selengkapnya : Menakar CSR; Memetakan Potensi Pendanaan CSR dan Kolaborasi dengan CSO

Faktor yang Mempengaruhi Alokasi CSR, Apa Saja?

Jakarta, 15 Februari 2015 - Studi terhadap 57 laporan perusahaan BUMN , swasta nasional dan swasta asing yang mewakili sektor industri penting di Indonesia berdasarkan Annual Report (AR) dan Sustainability Report (SR) oleh Tim HIVOS (lembaga kerjasama pembangunan Belanda) bersama dengan IBCSD (Indonesia Business Council for Sustainable Development) dan Yayasan Penabulu, dalam publikasi “Menakar CSR : Memetakan Pendanaan CSR dan Peluang Kolaborasi” dengan CSO mengungapkan, bahwa keuntungan perusahaan meningkat dari tahun 2009 sebe­sar 959 triliun menjadi 1.569 trili­un pada tahun 2011. Dengan peningkatan keuntungan total yang signifikan dari 57 perusahaan res­ponden ini muncul asumsi bah­wa alokasi pendanaan CSR juga meningkat pada periode yang sama.

Sayangnya, ternyata tidak semua perusahaan mengungkapkan alokasi pendanaan CSR dalam AR dan SR secara jelas, sehingga tidak bisa dilakukan analisis terhadap jumlah total dana CSR dari 57 perusahaan tersebut. Dari 57 perusahaan hanya 13 perusahaan pada tahun 2009, 16 perusahaan pada tahun 2010, dan 16 perusahan pada tahun 2011 yang mengungkap jumlah dana CSR mereka.
Ada kecenderungan peningkatan alokasi pendanaan CSR. Paling tidak disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: Pertama, Peningkatan keuntungan perusahaan. Peningkatan keuntungan dalam bisnis memicu perusahaan untuk mengalokasikan pendanaan CSR mereka lebih besar untuk keberdayaan masyarakat dan perbaikan lingkungan hidup.
Kedua, peningkatan pemahaman dan kepedulian perusahaan terhadap standar tanggung jawab sosial dan lingkungan global. Munculnya berbagai standar sustainability dan social responsibility seperti UN Global Compact, Equator Principle, IFC Standard, ISO 26000 dan standar lainnya telah mendorong perusahaan semakin memahami bahwa CSR bukan saja sebuah komitmen etik semata namun juga sebuah kebutuhan perusahaan yang strategis bagi bisnis mereka.
Ketiga, tekanan regulasi pemerintah dan perkembangan atmosfer investasi. Pemerintah melalui UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas telah menempatkan CSR dari soft law menjadi hard law, di mana termaktub kewajiban perusahaan dalam mengalokasikan dana CSR. Selain itu peningkatan investasi dari dalam dan luar ne­ geri, melalui fasilitasi pemerintah seperti melalui program MPE3EI telah mendorong pertambahan alokasi dana CSR di Indonesia.

Keempat, desentralisasi dan otonomi daerah. Situasi desentralisasi dan oto­ nomi daerah dalam konteks demokratisasi mendorong pemerintah daerah dan masyarakat menuntut perusahaan untuk lebih peduli terhadap lingkungan sekitarnya, yang diwujudkan kemudian da­ lam alokasi pendanaan CSR. Masyarakat di daerah semakin kritis terhadap situasi sosial yang dirasakannya, termasuk terhadap keberadaan perusahaan yang berada di sekitar mereka.

Kelima, kecenderungan tumbuhnya isu baru. Dalam diskursus pembangunan dewasa ini tumbuh isu­isu penting yang berkembang seperti perubahan iklim, MGDs dan SDGs. Isu perubahan iklim menjadi tren baru dalam ranah kegiatan CSR di Indonesia, perusahaan akan memperoleh citra dan manfaat positif jika terlibat dalam isu lingkungan dan perubahan iklim. Isu MDGs juga menjadi banyak acuan bagi perusahaan untuk berusaha terlibat didalamnya, di mana CSR menjadi sarana untuk mewujudkan kepedulian terhadap masyarakat melalui program pendidikan, kesehatan, pengentasan kemiskinan dan pelestarian lingkungan hidup.

Terakhir, adanya kompetisi di antara perusahaan. Beberapa responden me­ nyatakan bahwa secara alami, sifat perusahaan adalah kompetitif dalam mendapatkan keuntungan. Hal ini juga tercermin dalam alokasi pendanaan CSR, di mana perusahaan berlomba untuk membangun citra dan kepercayaan di mata publik melalu aloka­ si pendanaan CSR mereka. Tidak bisa dipungkiri bahwa CSR juga menjadi instrumen perusahaan dalam membangun reputasi mereka di mata publik.

CSR dan CSO ; Menggambar Ulang Desain Keberlanjutan Masa Depan

Jakarta, 2 Februari 2015 - Saat ini Corporate Social Responsibility (CSR) berkembang pesat seiring meningkatnya kepedulian dunia usaha terhadap masyarakat dan lingkungan. CSR merupakan wujud komitmen dunia usaha untuk bertin­dak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk pening katan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara luas (WBCSD, 1995). Dalam perkembangannya, CSR menjadi tolok ukur akan tanggung jawab sosial yang menentukan reputasi perusahaan di mata publik.

Salah satu aspek penting dari CSR adalah potensinya untuk men­danai program­-program pemberdayaan masyarakat. Di Indonesia, sumber­-sumber pendanaan untuk program pemberdayaan masya rakat terdiri dari pendanaan pemerintah, pendanaan publik dan pendanaan privat (swasta). Keberadaan sumber pendanaan bagi program pemberdayaan masyarakat merupakan faktor penting sebagai bagian dari upaya mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, sebuah paradigma pemba ngunan untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengor­ bankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan (WCED, 1987).
Arah dan ukuran keberhasilan dari pembangunan berkelanjutan sangat ditentukan seberapa besar irisan sinergis yang dilakukan oleh tiga pelaku pembangunan, yaitu pemerintah, sektor bisnis dan masyarakat sipil. Masyarakat sipil merupakan salah satu pilar penting dalam pembangunan dalam konteks demokrasi dan tata kelola pemerintahaan yang baik. CSR sendiri pada dasarnya merupakan salah satu bentuk upaya dunia usaha dalam peningkatan kualitas masya rakat dan lingkungan. Hal tersebut tergambar dari mulai terjadi nya pergeseran paradigma dalam pengelolaan CSR, yang semula lebih banyak bersifat philanthropy (bantuan kemanusiaan yang bersumber dari nilai kedermawanan) menuju aspek­aspek pemberdayaan ma syarakat yang lebih luas dan berdimensi jangka panjang.
Peran masyarakat sipil dalam pembangunan lebih banyak dimotori oleh organisasi masyarakat sipil atau civil society organization (CSO). Ketika kesadaran atas peran masyarakat sipil menjadi sebuah kebutuhan penting, ternyata keberadaan CSO masih mengandung berbagai persoalan mendasar, di antaranya kesenjangan pendanaan kerja jangka panjang, masih lemahnya kapasitas dan struktur kelembagaan, serta ekslusivitas kerja CSO yang minim inisiatif untuk  bersinergi dengan pelaku pembangunan lain.
Hal yang paling menonjol adalah ketergantungan CSO yang masih sangat bersandar pada pendanaan lembaga donor (terutama dari lem­ baga donor asing). Hal ini jelas menyebabkan CSO memiliki keterbatasan dalam mengembangkan program yang berbasiskan konteks kebutuhan lokal dan berdimensi jangka panjang. Kini, CSO dihadapkan pada penurunan ketersediaan dukungan pendanaan dari lembaga donor asing. Berbagai inisiatif kreatif dan inovatif dalam pemberdayaan masyarakat dan lingkungan terancam tidak menda patkan dukungan yang berkelanjutan.
Untuk itu, HIVOS, sebuah lembaga kerjasama pembangunan Belanda, bersama dengan IBCSD (Indonesia Business Council for Sustainable Development) dan Yayasan Penabulu, berinisiatif melakukan sebuah kaji­ an terbatas yang bertujuan mendorong lebih jauh terbangunnya sinergi dan kolaborasi antara dunia usaha dengan CSO.
Sinergi CSO dan dunia usaha, khususnya melalui pengelolaan CSR, merupakan sebuah upaya untuk mewujudkan kerangka kemitraan masa depan dalam pembangunan berkelanjutan di Indonesia.
Baca Selengkapnya : Menakar CSR; Memetakan Potensi Pendanaan CSR dan Peluang Kolaborasi dengan CSO.

Apakah Korporat Sadar Dampak Operasinya?

Jakarta, 14 Februari 2015 - CSR (Corporate Social Responsibility ) merupakan komitmen pelaku dunia usaha untuk memiliki peran dan fungsi terhadap pengengembangan dan pemberdayaan masyarakat sekitar bisnisnya. Dengan kata lain CSR merupakan upaya sungguh-sungguh entitas bisnis untuk meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak positif operasi perusahaan terhadap seluruh pemangku kepentingan dalam bidang ekonomi, sosial dan lingkungan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Dengan demikian, perusahaan seharusnya mengetahui secara mendetail dampak operasinya terhadap semua pemangku kepentingannya dan seluruh regulasi pemerintah yang relevan sebagai batas kinerja minimum, dan berupaya sedapat mungkin untuk melampauinya berlandaskan norma etika berlomba menjadi yang terbaik.
Dari sini, harapan yang muncul dari CSR adalah keperpihakan perusahaan untuk memberikan manfaat masyarakat sekitar melalui program pemberdayaan masyarakat sehingga terbebas dari kemiskinan. Sementara dari sisi perusahaan, jelas agar operasional berjalan lancar tanpa gangguan untuk menjamin keberlangsungan bisnis perusahaan dalam jangka panjang. Jika hubungan antara perusahaan dan masyarakat tidak harmonis, bisa dipastikan ada masalah.
Diakui memang dalam pelaksanaanya program CSR belum sepenuhnya diterima oleh masyarakat karena masih minimnya perhatian perusahaan terhadap pelaksanaan CSR. Dari uraian tersebut manfaat CSR bagi perusahaan antara lain : a) Mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan; b) Mendapatkan lisensi untuk beroprasi secara sosial; c) Mereduksi risiko bisnis perusahaan; d) Melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha; e) Membuka peluang pasar yang lebih luas; f) Mereduksi biaya misalnya terkait dampak lingkungan; g) Memperbaiki hubungan dengan stakeholders; h) Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan; i) peluang mendapatkan penghargaan.
Kajian tentang CSR pernah dilakukan oleh Michael Porter (The Competitive Advantge of Corporate Philantropy) menunjukan adanya korelasi positif antara profit dan CSR, atau tujuan finansial dan tujuan sosial perusahaan. Perusahaan yang mencatat laba tertinggi adalah para pioner dalam CSR. Konsumen sekarang tidak lagi bodoh dan semakin melek serta bertanggung jawab dalam menentukan pilihan konsumsi mereka.
Pertimbangan teknis bukan lagi faktor terpenting dalam mengkonsumsi barang atau jasa, tergusur oleh kualitas sosial. Sebagai gambaran, di Inggris tahun 2004, nilai konsumsi masyarakat didasrkan pada pertimbangan etika sosial perusahaan lebih dari 44 miliar dolar AS. Dua pertiga dari 25.000 konsumen di 23 negara yang disurvey The Millinium Poll on Corporate Social Responsibility juga menyebutkan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai faktor penting konsumsi mereka.
Yang harus disadari di awal, perusahaan memang tidak akan mendapatkan profit kentungan secara langsung dari pelaksanaan CSR, yang diharapkan dari kegiatan CSR adalah benefit berupa citra perusahaan yang baik dimata stakeholder yang menjamin keberlangsungan bisnis jangka panjang. Beragam bentuk dan sasaran perusahaan melaksanakan CSR merupakan fenomena positif dalam lingkungan bisnis. Kondisi tersebut menunjukan telah meningkatnya kesadaran jika ingin perusahaan tumbuh secara berkelanjutan maka perusahaan tidak semata-mata mengejar keuntungan tapi harus menjaga keseimbangan dengan aspek sosial dan lingkungan.
Program CSR baru dapat menjadi berkelanjutan apabila, program yang dibuat oleh suatu perusahaan benar-benar merupakan komitmen bersama dari segenap unsur yang ada di dalam perusahaan itu sendiri. Tentunya tanpa adanya komitmen dan dukungan dengan penuh antusias dari karyawan akan menjadikan program-program tersebut bagaikan program penebusan dosa dari pemegang saham belaka. Dengan melibatkan karyawan secara intensif, maka nilai dari program-program tersebut akan memberikan arti tersendiri yang sangat besar bagi perusahaan.
Program CSR yang berkelanjutan diharapkan akan dapat membentuk atau menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera dan mandiri. Setiap kegiatan tersebut akan melibatkan semangat sinergi dari semua pihak secara terus menerus membangun dan menciptakan kesejahteraan dan pada akhirnya akan tercipta kemandirian dari masyarakat yang terlibat dalam program tersebut.
Praktek CSR sudah menjadi keharusan umum yang dilakukan oleh perusahaan karena memiliki dasar hokum, dan beberapa regulasi yang dapat dijadikan acuan pelaksanaan CSR antara lain ; UUD Pasal 33 UUD 1945, UU No. 23/1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 22/2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal, UU No. 40/2007 Tentang Perseroaan Terbatas, Peraturan Mentri BUMN No. 5/2007 Tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Dalam berbagai peraturan ini, pada dasarnya telah tersirat berbagai upaya yang harus dilakukan baik oleh pemerintah maupun korporasi untuk melakukan pengembangan masyarakat dan lingkungan, baik pada aspek sosial, pendidikan, ekonomi, kesehatan maupun lingkungan.
CSR akan menjadi strategi bisnis yang inheren dalam perusahaan untuk menjaga atau meningkatkan daya saing melalui reputasi dan kesetiaan merek produk (loyalitas) atau citra perusahaan. Kedua hal tersebut akan menjadi keunggulan kompetitif perusahaan yang sulit untuk ditiru oleh para pesaing. Di lain pihak, adanya pertumbuhan keinginan dari konsumen untuk membeli produk berdasarkan kriteria-kriteria berbasis nilai-nilai dan etika akan merubah perilaku konsumen di masa mendatang.
Implementasi kebijakan CSR adalah suatu proses yang terus menerus dan berkelanjutan. Dengan demikian akan tercipta satu ekosistem yang menguntungkan semua pihak (true win win situation), konsumen mendapatkan produk unggul yang ramah lingkungan, produsen pun mendapatkan profit yang sesuai yang pada akhirnya akan dikembalikan ke tangan masyarakat secara tidak langsung.
Terakhir tugas pemberdayaan masyarakat bukan hanya tugas pemerintah saja, tapi peran serta perusahaan untuk itu sangat potensial, karena pada dasar ekskitensi perusahaan akan tergantung pada linmgkungan sekitarnya, dan lingkungan tersebut adalah masyarakat sekitar perusahaan tersebut. (UR)

Translate

More

Search This Blog

Ujang Rusdianto

Ujang Rusdianto
Consultant / Trainer / Public Speaker / Lecturer UMN / Owner Kasa 1 Indonesia

Kontak

Riveira Village
Jl. Riveira Barat No. 27
Tangerang, Banten
Telp : (021) 2222 8658
Mobile : 0878-3855-1988 (Whatsaap)
0821-1376-0538