Lima Tingkat Pemberdayaan Perempuan, Apa Saja?

Jakarta, 12 Oktober 2014 (Ujang Rusdianto) - Pembangunan perempuan diharapkan merupakan suatu upaya untuk mengatasi hambatan guna mencapai hubungan jender laki-perempuan yang lebih selaras. Dalam hal ini, sebenarnya pembangunan mempunyai makna sebagai pemberdayaan. Kata pemberdayaan sendiri tentunya harus memberdayakan kaum perempuan, memberdayakan bukan memperdayai. Lebih jauh, ada lima tingkat pemerataan di dalam kerangka pemberdayaan perempuan. Apa saja? 
 
Yang pertama adalah pemerataan tingkat kesejahteraan. Kalau pada awal, kelompok ini ingin diberdayakan tetapi tidak punya aset terhadap ekonomi, tidak punya peluang pada upaya meningkatkan kemampuannya di dalam perekonomian, tidak sejahtera, maka tentu tidak mungkin kita bisa mengangkat mereka dari penderitaannya.
Kedua, pemerataan akses, yaitu meningkatkan kemampuan mereka masuk ke sektor-sektor untuk mendapatkan informasi, mendapatkan kesempatan bekerja, mendapatkan kesempatan pendidikan yang baik yang sama kedudukannya dengan  kaum laki-laki. Kalau akses itu sudah diperoleh, maka langkah yang berikutnya adalah bagaimana meningkatkan penyadaran.
Ketiga, pemerataan kesadaran. Kalau kesadaran itu muncul, maka diharapkan mereka itu bisa memperbaiki sendiri apa yang menjadi kebutuhan-kebutuhan dari jender perempuan ini. Setelah penyadaran diperoleh, maka tingkat yang berikutnya adalah peningkatan atau pemerataan partisipasi aktif.
Keempat, pemerataan partisipasi. Perempuan tidak lagi dianggap sebagai  sasaran atau objek dari pembangunan, tetapi ikut serta melakukan perencanaan, ikut serta melaksanakan dan ikut serta mengevaluasi program-program yang ditimpakan padanya.
Kelima, pemerataan penguasaan, di mana partisipasi perempuan pada tingkat keputusan ini tentunya akan memberikan dampak pada pemberdayaan dan apabila partisipasi ini digunakan, maka akses mereka terhadap sumber-sumber ekonomi akan menjadi lebih baik serta menjamin pemerataan terhadap akses sumber dan pembagian manfaat.
Kontrol atau penguasaan perempuan terhadap pengambilan keputusan ini seringkali mengalami hambatan bukan karena masalah-masalah yang berkaitan dengan ketidakmampuan perempuan itu mengambil keputusan, tetapi hegemoni budaya seringkali menempatkan perempuan bukan sebagai pengambil keputusan. Ini dibuktikan pada AKI (Angka Kematian Ibu) Indonesia yang paling tinggi di antara negara-negara ASEAN. Tingginya angka kematian ibu ini bukan disebabkan oleh kurangnya fasilitas kesehatan atau oleh kurangnya kesadaran mereka tentang perlunya memeriksakan diri dan sebagainya, tetapi oleh masalah kontrol atau masalah pengambilan keputusan.

Translate

More

Search This Blog

Ujang Rusdianto

Ujang Rusdianto
Consultant / Trainer / Public Speaker / Lecturer UMN / Owner Kasa 1 Indonesia

Kontak

Riveira Village
Jl. Riveira Barat No. 27
Tangerang, Banten
Telp : (021) 2222 8658
Mobile : 0878-3855-1988 (Whatsaap)
0821-1376-0538